Senin, 10 Maret, 2025

Heboh akan di Jual, Asghar Desak Pengelola Kepulauan Widi Patuhi MoU dengan Pemprov Malut

Tajukpolitik – Kepala Badan Komunikasi Strategis Daerah (Bakomstrada) Partai Demokrat Maluku Utara. M Asghar Saleh, menilai komentar sejumlah menteri yang memperbolehkan Kepulauan Widi di jual patut dipertanyakan.

Sebab, pengelolaan Kepulauan Widi sudah dikuasai PT Leadership Islands Indonesia (LII) sejak tahun 2015 hingga 2050.

“Pengelolaan Widi itu sudah dikuasai LII sejak 2015 hingga 2050. Apakah ini diketahui oleh Jakarta termasuk para menteri yang ramai berkomentar? Saya tak tahu. Tapi melihat ragam kontroversi Widi, saya berkesimpulan banyak yang tak paham dan bahkan belum pernah datang ke Widi,” ujar Asghar, Kamis (8/12).

Ia menjelaskan kewajiban PT LII sebagai pihak diatur dalam Pasal 3 Memorandum of Understanding (MoU) dengan pemerintah provinsi Maluku Utara (Malut) diatur antara lain mengembangkan kawasan pariwisata.

“Sejak 2015, Widi telah jadi ‘milik’ LII setelah Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba dan adiknya Muhammad Kasuba (Bupati Halmahera Selatan/Halsel) saat itu membuat MoU untuk menyerahkan pengelolaan Widi ke LII. Jangka waktunya 35 tahun dan bisa diperpanjang 20 tahun,” paparnya.

Dalam MoU tersebut, sambungnya, ada klausul pembangunan dimulai paling lambat 3 tahun setelah MoU. Pada 2017, LII minta perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam Penyedia Sarana Wisata Alam (IUPJLWA-PSWA).

“Gubernur lalu memberi perpanjangan pada 2018. Dengan ketentuan keuntungan pengelolaan Widi akan diberikan sebesar 5 persen ke Malut dan Halsel,” tukasnya.

Masalahnya, lanjut Asghar, 7 tahun setelah MoU, tak satu pun fasilitas pariwisata yang dibangun. Kondisi Widi tak berubah dan kadang jadi tempat jemur ikan hasil tangkap nelayan.

“Saya menduga LII tak punya modal. Saya tak tahu apakah Jakarta dan anggota DPRD lokal mengetahui MoU ini atau tidak. Jika dipelajari, banyak kewajiban yang diabaikan LII. Di MoU, nelayan lokal bebas tetapi di laporan LKPM, LII menulis salah satu hambatan investasi adalah ancaman keamanan dari nelayan ilegal,” terangnya.

Ia mengajak para pengambil kebijakan dan ekonom serta mereka yang selama ini berteriak NKRI harga mati untuk mengkaji secara serius dengan basis data yang jelas.

“Jika pemerintah mengaku tak tahu aktivitas LII, maka hanya menunjukan kebobrokan kita mengelola negara. Widi menurut saya bukan soal klaim nasionalisme dalam bentuk pulau, tapi bagaimana melihat kembali MoU ini dan membatalkannya jika dianggap penting. Kedudukan LII terkait lelang sangat kuat karena ada MoU. Jika batal, apakah negara punya dana untuk membangun Widi? Ini poinnya,” tuturnya.

Asghar mengatakan menunggu update berita dimulainya lelang Widi dan apapun kabar dari pelelangan, pemerintah sebaiknya bersikap dalam tindakan, bukan dalam narasi yang berbeda-beda setiap hari.

Ia menambahkan, keuntungan 5 persen yang dijanjikan PT LII untuk daerah masih perlu dipertanyakan. Malut sendiri masih trauma dengan investasi yang bersifat naratif.

“Pertumbuhan ekonomi Malut 27 persen tahun ini karena ekspor nikel dan investasi tapi rakyat tak dapat apa-apa. Negeri kami tak berubah,” pungkasnya.

Untuk diketahui, situs lelang yang berbasis di New York, Amerika Serikat, Sotheby’s Concierge Auctions, dijadwalkan melelang Kepulauan Widi hari ini.

Kepulauan Widi merupakan gugusan 83 pulau tak berpenghuni yang terletak di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, Indonesia.

Pulau-pulau yang kerap jadi tempat singgah para nelayan lokal ini dilelang pemegang izin pengelolaannya PT LII dengan alasan untuk menarik investor pengembangan.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini