Selasa, 11 Maret, 2025

Golkar Dorong Sistem Pemilu Campuran untuk Perkuat Demokrasi Indonesia

TajukNasional Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengusulkan penerapan sistem pemilu campuran sebagai upaya memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. Usulan ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II yang membahas evaluasi Pemilu Serentak 2024 dan penataan sistem pemilu untuk revisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada.

RDPU tersebut menghadirkan sejumlah pakar, di antaranya Moch. Nurhasim (Peneliti Politik BRIN), Dr. Titi Anggraini (Dosen Hukum Pemilu FH UI), Khoirunnisa Nur Agusyati (Direktur PERLUDEM), dan Dr. Khairul Fahmi (Dosen FH Universitas Andalas).

“Para pakar tadi menyampaikan dan saya setuju, kita perlu mempertimbangkan sistem pemilu campuran. Banyak variannya, nanti kita diskusikan apakah mixed member proportional (MMP), mixed member majoritarian (MMM), atau sistem paralel. Dengan kondisi perkembangan demokrasi Indonesia, sistem campuran bisa menjadi solusi yang moderat dan rasional,” ujar Doli dalam RDPU di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Doli menyoroti fenomena menjelang pemilu di mana banyak kader partai yang telah lama berkontribusi justru kalah bersaing dengan calon yang memiliki kekuatan finansial dan massa yang besar. “Menjelang pemilu, kader partai yang sudah bekerja keras tiba-tiba kalah dengan calon yang memiliki kekuatan besar di lapangan. Ini terjadi di tengah masyarakat yang cenderung semakin pragmatis,” jelas politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Menurutnya, sistem pemilu campuran bisa menjaga keseimbangan antara penguatan kelembagaan politik dan representasi yang lebih baik. “Dengan sistem ini, kita bisa menjaga penguatan kelembagaan partai sambil memastikan unsur representasi tetap terlihat dengan baik,” tambahnya.

Selain itu, Doli juga menyoroti isu parliamentary threshold. Menurutnya, meskipun presidential threshold sudah tidak perlu diperdebatkan, parliamentary threshold masih memerlukan kajian mendalam agar tidak menghasilkan suara terbuang (waste vote) yang terlalu banyak. Salah satu solusi yang diusulkan adalah penerapan metode stembus accord.

Stembus accord adalah konsep di mana partai-partai kecil berkoalisi untuk menggabungkan perolehan suara mereka agar dapat melewati ambang batas parlemen. Jika koalisi ini berhasil, kursi yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan awal di antara partai-partai tersebut.

“Jika parliamentary threshold tetap dipertahankan, penerapannya harus merata di semua tingkatan, baik nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Ini penting untuk pelembagaan partai politik yang lebih kuat,” tutup Doli.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini