TajukPolitik – Partai Demokrat menolak tegas rencana amandemen kelima UUD 1945 oleh MPR yang mencuat belakangan ini. Rencana tersebut dinilai tak memiliki urgensi untuk direalisasikan.
Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Andi Alfian Mallarangeng, mengatakan, salah satu yang disoroti dalam rencana amandemen kelima UUD 1945, ialah ihwal mengembalikan kewenangan MPR untuk memilih dan memberhentikan Presiden.
“Tentunya ini menjadi upaya menyandera Presiden. Sikap kami tetap, menolak,” kata Andi saat dihubungi, Rabu, (12/6).
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut melanjutkan, rencana mengembalikan kewenangan MPR seperti dahulu sama saja dengan membuat kemunduran terhadap prinsip demokrasi yang telah dianut lebih dari dua dekade.
Sebab, dalam negara demokrasi, rakyat memiliki hak dan kewenangan penuh untuk memilih calon pemimpinnya, sebagaimana yang dilakukan pada Pemilu 2004 silam, atau saat pasangan SBY-Jusuf Kalla memenangi kontestasi elektoral pertama. “Jika MPR kembali punya kewenangan memilih dan memberhentikan Presiden. Ini sama saja dengan kita mengebiri hak demokrasi rakyat,” ujar dia.
Adapun rencana amendemen kelima ini, mulanya mengemuka manakala Ketua MPR, Bambang Soesatyo, melakukan kegiatan silaturahmi kebangsaan. Kegiatan tersebut dilakukan dengan menemui sejumlah tokoh negara dan partai politik.
Pada pertemuan dengan Amien Rais, pimpinan MPR membahas peluang amandemen Undang-Undang Dasar 1945, khususnya untuk mengubah tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Amien Rais sebagai bekas Ketua MPR mengakui kenaifan dirinya saat bertugas dulu, yaitu melucuti kewenangan MPR untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Menurutnya, saat itu, pelucutan terhadap kewenangan MPR dilakukan dengan mempertimbangkan pembatasan terhadap praktik politik uang yang potensial terjadi dalam perhelatan kontestasi elektoral.
Namun kini, Ketua Majelis Syura Partai Ummat tersebut mendorong agar dilakukan perubahan konstitusi, di mana MPR memiliki kembali kewenangannya untuk memilih Presiden.
Sebab, ia mengklaim bahwa praktik demokrasi yang dilakukan sejauh ini terus mengalami kemunduran. “Kalau mau dikembalikan dipilih MPR mengapa tidak,” ujar Amien.
Beberapa hari berselang, bertemu dengan Ketua Umum PKB, Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, pada Sabtu, 8 Juni.
Bamsoet memaparkan secerca kesimpulan dari rangkaian agenda silaturahmi kebangsaan kepada sejumlah tokoh negara yang telah dilakukan sejak 20 Mei lalu.
Dia mengatakan, hasil pertemuan menemukan adanya benang merah bahwa perlu dilakukan perbaikan terhadap sistem ketatanegaraan.
Perbaikan sistem ketatanegaraan yang dimaksud, kata Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) tersebut disambut baik oleh Cak Imin dalam pertemuan.
Cak Imin, kata dia, menilai bahwa UUD 1945 yang telah diamandemen sebanyak empat kali masih memiliki banyak celah, hingga aspek-aspek yang belum diatur. Celah tersebut tidak jarang dimanfaatkan segelintir pihak untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.
Sehingga, Bamsoet mengatakan, Cak Imin menyarankan agar MPR periode selanjutnya melaksanakan penyempurnaan UUD 1945 karena tuntutan perkembangan dan perubahan yang terjadi.
Tujuannya, untuk menghindari kompetisi yang pragmatis. Namun, persoalan ini tidak bisa diatasi melalui Undang-Undang saja, persoalan ini mesti diatasi dengan penegasan di dalam konstitusi UUD 1945.
Dihubungi terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan alias PPP, Achmad Baidowi, sependapat dengan Andi Mallarangeng. Ia menilai tidak ada urgensi yang menjadi pertimbangan mengapa mesti dilakukan amandemen kelima terhadap UUD 1945.
Awiek, sapaan akrabnya, mengatakan upaya untuk mengembalikan kewenangan MPR agar dapat memilih dan memberhentikan Presiden adalah suatu kemunduran. “Dengan demikian PPP menolak rencana amandemen ini,” ujar Awiek.