TajukPolitik – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) mengajukan surat perlindungan hukum kepada Pengadilan Tinggi (PT) Palangka Raya menyikapi upaya peninjauan kembali (PK) KSP Moeldoko.
Ketua DPD Partai Demokrat Kalteng Nadalsyah melalui sekretaris DPD Partai Demokrat Kalteng Junaidi di Palangka Raya Kamis (6/4), mengatakan dirinya bersama-sama jajaran pengurus Partai Demokrat menyampaikan permohonan perlindungan hukum terkait menghadapi upaya pembegalan oleh Moeldoko melalui PK.
Lebih lanjut, Junaidi menyampaikan bahwa Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) yang isinya tentang pengambilalihan Partai Demokrat.
“Pengajuan banding ini juga pernah dilakukan sebelumnya pada tahun 2021 dan kami menerima gugatan dalam perkara ini dan juga selalu kami menangkan, tidak ada satu pun kubu Moeldoko ini memenangkan gugatan tersebut,” ujarnya.
Dirinya menuturkan bersama jajaran pengurus dari Partai Demokrat Kalteng serentak seluruh Indonesia mengajukan surat perlindungan hukum ke pengadilan tinggi terkait dengan peninjauan kembali oleh KSP Moeldoko.
“Partai Demokrat di bawah Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tidak sedikit pun cacat hukum, intinya seperti itu. Maka akan tetap kami perjuangkan kebenarannya,” tutup Junaidi.
Upaya Moeldoko sendiri ditengarai memiliki dua motif. Seperti yang dikatakan pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilai Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan kubu Moeldoko terhadap Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tampaknya punya motif politik beragam.
Motif pertama, kubu Moeldoko tampaknya ingin menguasai Partai Demokrat. Kubu Moeldoko menggunakan alibi tidak menginginkan AHY memimpin Partai Demokrat,” kata Jamil dalam keterangan persnya kepaa Warta Ekonomi.
Ia menilai keinginan itu sudah terlihat sejak dilaksanakannya Kongres Luar Biasa di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Dengan peserta yang tidak jelas, Kubu Moeldoko memaksakan Kongres tetap berjalan dengan satu tujuan untuk menguasai Partai Demokrat,” tegasnya.
Namun Menteri Hukum dan HAM tidak mengakui hasil Kongres Deli Serdang. Akibatnya, kubu Moeldoko menggunakan jalur hukum yang masih berlangsung hingga saat ini.
“Dua, motif pengambilan Partai Demokrat tampaknya berkembang mengikuti dinamika politik di tanah air. Setelah Partai Demokrat resmi mengusung Anies Baswedan, Kubu Moeldoko tampaknya semakin termotivasi untuk menguasai Partai Demokrat,” jelasnya.
Kalau kubu Moeldoko dapat menguasai Partai Demokrat, maka peluang Anies maju akan tertutup. Sebab, Partai Demokrat bila dikuasai kubu Moeldoko sudah pasti tidak akan mendukung Anies, apalagi mengusungnya.
“Itu artinya, yang mengusung Anies tinggal Nasdem dan PKS. Dua partai ini tidak cukup PT 20 persen, sehingga akan gagal mengusung Anies,” jelasnya.