TajukNasional Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, memberikan apresiasi yang mendalam atas masukan dari Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait pemenuhan program wajib belajar dan perkembangan judicial review atas norma pasal 34 ayat 2 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (20/8), Dede Yusuf menekankan pentingnya rekomendasi dari ICW sebagai basis strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Dede Yusuf menyatakan bahwa setiap tahun, sekitar lima juta anak terlahir dan memerlukan akses pendidikan yang layak. Oleh karena itu, menurutnya, negara harus menjamin pembiayaan pendidikan untuk semua anak tanpa diskriminasi, baik di sekolah negeri maupun swasta.
“Saya pikir masukan-masukan ini akan jadi basis bagi kita untuk melakukan beberapa rekomendasi. Ini yang ingin kita perjuangkan. Setiap tahunnya kurang lebih ada sekitar lima juta anak terlahir dan butuh pendidikan. Kita harus wajib membiayai anak-anak ini tanpa membedakan-bedakan swasta, negeri, dan sebagainya,” ujar Dede Yusuf.
Politisi Fraksi Partai Demokrat ini juga menyoroti pentingnya pemerintah untuk memetakan kembali konsep output pendidikan dalam jangka panjang, terutama dalam 20 tahun ke depan. Hal ini bertujuan agar alokasi anggaran pendidikan bisa lebih tepat sasaran. Dede menekankan bahwa fokus tidak hanya pada pembangunan infrastruktur sekolah, tetapi juga pada proses belajar-mengajar yang lebih holistik.
“Kita harus kerja sama dengan sekolah swasta, terutama masalah PPDB, masalah lainnya. Tidak mungkin kita membangun sekolah negeri dalam waktu yang singkat, membutuhkan anggaran 400 triliun. Untuk sekolah, masalah utamanya bukan infrastruktur, tetapi proses belajar-mengajar,” tambahnya.
Lebih lanjut, Dede Yusuf mengungkapkan bahwa Komisi X DPR RI sedang mempertimbangkan peningkatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), termasuk untuk sekolah swasta. Ia menekankan pentingnya pembiayaan negara untuk sekolah-sekolah swasta, terutama bagi anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri. “Konsepnya sederhana. Anak-anak yang tidak masuk sekolah negeri akan dimasukkan ke swasta, tetapi dibiayai negara. Gurunya dibiayai negara, sarana dan prasarananya dibiayai negara,” jelasnya.
Dede juga mengajak seluruh pihak untuk berdiskusi bersama mengenai besaran dana 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang harus dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Menurutnya, hal ini akan memerlukan penyeimbangan alokasi anggaran antar kementerian dan lembaga.
“Kemarin, kalau saya tidak salah, dalam pidato presiden disebutkan akan fokus pada Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama. Kita harus dudukkan berapa yang mestinya dikelola oleh Kemendikbud, butuh berapa, atau dikelola oleh Kementerian Agama. Kementerian/Lembaga lainnya bagaimana, ayo kita kasih gagasan bersama-sama sehingga saat pembahasan dengan Kementerian Keuangan, kita bisa beradu argumentasi,” pungkas Dede Yusuf.
Dengan adanya dialog yang konstruktif dan masukan dari berbagai pihak, diharapkan langkah-langkah konkret dapat diambil untuk memperkuat program wajib belajar dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Dukungan penuh dari DPR RI melalui Komisi X akan menjadi kunci dalam mendorong kebijakan pendidikan yang lebih inklusif dan berkeadilan.