TajukPolitik – Kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapatkan kritikan dari sejumlah pengamat lantaran subsidi banyak dikurangi tapi utang makin meroket.
Terlebih lagi pada periode kedua Jokowi berperan sebagai Presiden Indonesia.
Pasalnya, pada periode kedua yang dipimpin Jokowi, sejumlah harga mengalami kenaikan buntut dikuranginya subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM).
Akibat pengurangan subsidi BBM, harga salah satu sumber energi yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat pun naik diiringi dengan efek domino lainnya.
Mantan sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu pun mengkritik kepemimpinan pada era Jokowi.
“Data bicara. Sejak pemerintahan Jokowi, secara prosentase, anggaran subsidi turun sktr 100 persen dari pemerintahan sebelumnya padahal utang naik 300 persen,” ucap Said Didu dikutip dari akun Twitter miliknya.
Selain itu, unggahan pengamat ekonomi, Awalil Rizky mengenai RAPBN untuk subsidi juga menjadi dasar Said Didu mengkritik pemerintahan Jokowi.
“RAPBN 2023 merencanakan subsidi sebesar Rp297,19 Trilyun atau 9,77 persen dari Belanja Negara,” kata Awalil Rizky.
Dari data tersebut, Awalil Rizky mengungkapkan jika subsidi yang diberikan pada zaman Jokowi lebih rendah dibandingkan sebelumnya.
“Rata-rata porsi Subsidi atas Belanja pada era Presiden Jokowi (2015-2023): 9,06 persen. Lebih rendah dari era sebelumnya: 17,33 persen (2001-2004), 20,46 persen (2005-2009), 21,62 persen (2010-2014),” ujar Awalil Rizky.
Porsi anggaran subsidi terhadap total belanja negara selama periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi rata-rata senilai 9,77 persen. Angka itu lebih rendah dari rata-rata porsi subsidi era presiden-presiden sebelumnya. Ekonom senior Awalil Rizky mengukur rasio anggaran subsidi terhadap total belanja negara dari 2001 hingga 2023 (berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/RAPBN 2023). Dalam periode itu, rata-rata porsi anggaran subsidi adalah 15,7 persen dari belanja.
Pada era Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, yakni 2001—2004, rata-rata rasio anggaran subsidi terhadap belanja negara adalah 17,33 persen. Angka tertinggi ada pada 2001, yakni mencapai 22,67 persen. Pada era Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), rata-rata rasio anggaran subsidi terhadap belanja negara adalah 21,04 persen. Pada periode pertama masa jabatannya (2005—2009) rata-rata rasionya adalah 20,45 persen, sementara itu pda periode kedua (2010—2014) adalah 21,62 persen.
SBY mencatatkan rasio anggaran subsidi terhadap belanja negara yang tertinggi pada 2008, yakni mencapai 27,93 persen.
Adapun pada postur RAPBN 2023, anggaran belanja negara mencapai Rp3.041,7 triliun yang meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.230 triliun atau turun dari outlook tahun 2022 yang sebesar Rp.2.370 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp811,7 triliun.
Untuk menjalankan berbagai program belanja tersebut, maka penerimaan negara tahun 2023 ditargetkan sebesar Rp2.443,6 triliun. Terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.016,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp426,3 triliun. Peningkatan penerimaan negara dilakukan dalam bentuk optimalisasi penerimaan pajak maupun reformasi pengelolaan PNBP