TajukNasional Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), melakukan kunjungan kerja ke Jawa Timur pada Kamis (26/9). Salah satu lokasi yang dikunjungi adalah Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Dalam kunjungan tersebut, AHY secara simbolis menyerahkan 30 sertipikat tanah elektronik kepada warga setempat, yang sebagian besar merupakan pemilik kebun tanaman palawija di kaki Gunung Bromo.
AHY menegaskan bahwa pemberian sertifikat tanah elektronik ini adalah bagian dari upaya pemerintah untuk memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki masyarakat. “Dengan adanya sertifikat ini, kami berharap masyarakat mendapatkan perlindungan hukum yang jelas atas tanah mereka, sehingga tidak ada masalah di kemudian hari. Hal ini juga akan meningkatkan nilai ekonomi tanah tersebut,” kata AHY dalam sambutannya.
Dalam program ini, Kementerian ATR/BPN juga bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Kepolisian, Kejaksaan, dan pemerintah daerah, untuk memberantas mafia tanah yang sering menjadi permasalahan di sektor pertanahan. “Selain itu, Kementerian ATR/BPN sedang gencar melakukan digitalisasi data tanah dengan menerapkan sertifikat tanah elektronik di seluruh Indonesia. Ini merupakan langkah penting dalam menertibkan administrasi pertanahan dan memastikan transparansi,” tambahnya.
Hingga saat ini, Kementerian ATR/BPN telah menerbitkan 1.112.879 sertifikat tanah elektronik di seluruh Indonesia melalui 465 kantor pertanahan. Penyerahan sertifikat ini dilakukan secara door-to-door untuk memastikan bahwa program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) berjalan lancar dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.
Tokoh adat Tengger, Supoyo, yang turut hadir dalam acara tersebut, memberikan apresiasi atas langkah Kementerian ATR/BPN dalam menyelesaikan sertifikasi tanah di Desa Ngadisari. Menurut Supoyo, hampir seluruh tanah di desa tersebut kini sudah memiliki sertifikat resmi. “Setelah penyerahan sertifikat oleh Menteri AHY ini, hampir 100 persen tanah di Ngadisari sudah tersertifikasi. Kami berharap dengan adanya sertifikat ini, tidak ada lagi konflik terkait kepemilikan tanah di masyarakat,” ujarnya.
Supoyo juga menyoroti pentingnya menjaga kearifan lokal dalam proses administrasi tanah, terutama terkait jual beli dan warisan. “Kami tetap menjaga tradisi dengan melaporkan setiap transaksi tanah, baik itu jual beli, warisan, atau pembagian kepada kepala desa dan ketua adat. Ini untuk memastikan prosesnya sesuai dengan aturan lokal dan hukum negara,” tambah mantan anggota DPRD Kabupaten Probolinggo itu.
Dengan adanya sertifikat tanah elektronik ini, warga Desa Ngadisari merasa lebih tenang dan yakin bahwa tanah yang mereka miliki sudah sah secara hukum. Program ini diharapkan tidak hanya membantu masyarakat dalam mengamankan hak atas tanah mereka, tetapi juga meningkatkan nilai ekonomi tanah tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan lebih optimal untuk meningkatkan kesejahteraan warga.
AHY berharap agar program sertifikasi tanah ini terus berjalan dengan baik di seluruh Indonesia. “Kami berkomitmen untuk memastikan seluruh warga, terutama yang berada di wilayah-wilayah terpencil, mendapatkan hak atas tanah mereka dengan sah. Ini bukan hanya soal kepastian hukum, tetapi juga tentang memberikan masyarakat kesempatan untuk memanfaatkan tanah mereka demi masa depan yang lebih baik,” pungkasnya.
Program ini juga sejalan dengan visi pemerintah dalam menciptakan administrasi pertanahan yang lebih modern, transparan, dan akuntabel melalui digitalisasi. Sertifikat tanah elektronik menjadi langkah penting untuk mewujudkan tata kelola pertanahan yang lebih efisien, sekaligus mendukung pemberantasan mafia tanah di berbagai daerah di Indonesia.