Tajukpolitik – Sikap inkonsisten ditunjukkan oleh PDIP dan PKS terkait iuran Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat. Disaat menuai banyak kritik dari masyarakat karena kebijakan ini melibatkan potongan tiga persen dari gaji karyawan, PDIP dan PKS seperti hilang ingatan dan tiba-tiba ikut-ikutan protes.
Padahal, jejak langkah PDIP dan PKS soal iuran Tapera dapat dilihat dari berbagai pemberitaan terdahulu. Dimana, pada saat itu PDIP dan PKS sepakat untuk mendukung Tapera yang diejawantahkan ke dalam Undang-Undang (UU) Tapera.
Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera, yang sudah disahkan, ternyata merupakan usulan inisiatif legislatif.
Berdasarkan informasi dari laman resmi DPR, Fraksi PDIP dan PKS DPR RI periode 2014-2019 mendukung pengesahan undang-undang ini.
Pada saat itu, mereka sepakat bahwa UU Tapera dapat membantu masyarakat menengah bawah memiliki rumah.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tapera DPR, Yoseph Umar Hadi, menjelaskan bahwa UU Tapera akan memudahkan masyarakat mendapatkan rumah.
“Masalah perumahan terkait pembiayaan akan teratasi dengan cepat dengan UU ini. Pemerintah bisa menyediakan dana murah dan berkelanjutan untuk rakyat yang kesulitan mendapatkan rumah,” ujarnya pada 23 Februari 2016.
Politikus PDIP tersebut menekankan bahwa kebutuhan rumah adalah kebutuhan dasar manusia sesuai dengan amanat konstitusi.
Menurut Yoseph, UU Tapera adalah solusi revolusioner untuk mensejahterakan rakyat Indonesia.
Terkait kekhawatiran pengusaha mengenai besaran simpanan, Yoseph memastikan bahwa hal ini akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).
“Besaran simpanan yang wajib disetorkan kepada dana Tapera akan diatur dalam PP, dengan mempertimbangkan kemampuan dan kondisi ekonomi saat itu,” jelasnya.
Sekretaris Fraksi PKS DPR RI, Abdul Hakim, juga mengapresiasi pihak-pihak yang mendukung lahirnya RUU Tapera.
“Fraksi PKS memandang RUU Tapera penting untuk membuka akses kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Hakim.
Namun, PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera yang diteken Presiden Jokowi, mengamanatkan potongan gaji pekerja sebesar tiga persen mulai Mei 2027.
“Pemberi Kerja wajib mendaftarkan pekerjanya kepada BP Tapera paling lambat tujuh tahun sejak berlakunya PP ini,” bunyi Pasal 68 PP Tapera.
Anggota Fraksi PKS DPR RI, Suryadi Jaya Purnama, menanggapi sikap Kantor Staf Presiden terkait kritikan masyarakat. Menurutnya, PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera tidak langsung memotong gaji pekerja non-ASN, TNI, Polri.
“Pemberlakuan kepesertaan paling lambat 2027, menunggu peraturan menteri ketenagakerjaan,” ujar Suryadi.
Di sisi lain, Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, mengkritik aturan Tapera yang dianggap sebagai bentuk penindasan baru oleh pemerintah.
“Undang-Undang Tapera sebenarnya tidak mewajibkan, namun ketika diberlakukan sebagai kewajiban, ini menjadi bentuk penindasan dengan memanfaatkan legalisme otokrasi,” katanya.