TajukPolitik – Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilai Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan KSP Moeldoko terhadap Partai Demokrat yang Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tampaknya punya motif politik beragam.
“Motif pertama, kubu Moeldoko tampaknya ingin menguasai Partai Demokrat. Kubu Moeldoko menggunakan alibi tidak menginginkan AHY memimpin Partai Demokrat,” kata Jamiluddin.
Ia menilai keinginan itu sudah terlihat sejak dilaksanakannya Kongres Luar Biasa di Deli Serdang, Sumatera Utara.
“Dengan peserta yang tidak jelas, Kubu Moeldoko memaksakan Kongres tetap berjalan dengan satu tujuan untuk menguasai Partai Demokrat,” tegasnya.
Namun Menteri Hukum dan HAM tidak mengakui hasil Kongres Deli Serdang. Akibatnya, kubu Moeldoko menggunakan jalur hukum yang masih berlangsung hingga saat ini.
“Dua, motif pengambilan Partai Demokrat tampaknya berkembang mengikuti dinamika politik di tanah air. Setelah Partai Demokrat resmi mengusung Anies Baswedan, Kubu Moeldoko tampaknya semakin termotivasi untuk menguasai Partai Demokrat,” jelasnya.
Kalau kubu Moeldoko dapat menguasai Partai Demokrat, maka peluang Anies maju akan tertutup. Sebab, Partai Demokrat bila dikuasai sudah pasti tidak akan mendukung Anies, apalagi mengusungnya.
“Itu artinya, yang mengusung Anies tinggal Nasdem dan PKS. Dua partai ini tidak cukup PT 20 persen, sehingga akan gagal mengusung Anies,” jelasnya.
“Jadi, upaya Peninjauan Kembali yang dilakukan tampaknya mengarah ke sana. Kubu Moeldoko akan berupaya maksimal untuk memenangkan Peninjauan Kembali agar motif menjegal Anies dapat terwujud,” pungkasnya.
Karena itu, persoalan Peninjauan Kembali yang diajukan tidak hanya berkaitan dengan Partai Demokrat. Namun upaya itu dapat dimaknai juga untuk memenangkan Pilpres 2024.
“Bahkan kalau motif tersebut terwujud, tidak menutup kemungkinan hanya ada satu pasangan yang maju pada Pilpres 2024. Pasangan itu bisa jadi yang diusung Koalisi Besar yang sekarang diupayakan pembentukannya oleh partai pendukung pemerintah.
“Kalau ini terwujud, tidak menutup kemungkinan pada Pilpres 2024 pasangan capres yang diusung Koalisi Besar akan berhadapan dengan kotak kosong,” jelasnya