TAJUKNASIONAL.COM Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, menegaskan bahwa konsep restorative justice sejatinya lahir dari kearifan lokal bangsa Indonesia, bukan gagasan impor dari kolonial Belanda.
Hal ini ia sampaikan saat membahas urgensi revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar selaras dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.
“Restorative justice itu sebenarnya sesuai dengan budaya kita. Sebelum Belanda datang membawa KUHP, tidak ada kebiasaan saling memenjarakan. Persoalan diselesaikan dengan musyawarah dan salaman,” ujar Hinca, Sabtu (13/9/2025).
Ia menjelaskan, restorative justice merupakan pendekatan penyelesaian perkara dengan menghadirkan korban, pelaku, dan kadang melibatkan masyarakat.
Mekanisme ini menekankan pemulihan hubungan, bukan hanya penghukuman.
Hinca mencontohkan kisah klasik Nusantara, seperti Hang Tuah dan Hang Jebat di Tanah Melayu, yang mencerminkan penyelesaian konflik tanpa pengadilan formal.
Menurutnya, budaya damai itu mulai tergeser setelah diberlakukannya hukum pidana kolonial Belanda sejak Staatsblad 1915 Nomor 732 yang berlaku pada 1918.
Baca juga: Adies Kadir: Restorative Justice Solusi Mengatasi Over-Kapasitas di Lapas
“Karena dia penjajah, kita dijajah. Maka melawan penjajah, masuk penjara,” ungkapnya.