Tajukpolitik – Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menyebut Presiden Jokowi bisa saja mengalami post power syndrome atau sindrom pasca-kekuasaan karena menegaskan akan cawe-cawe pada Pemilu 2024.
“Kalau (Presiden) mau melibatkan diri dalam politik praktis di Pemilu 2024, itu bisa saja terjangkit post power syndrome,” ujar Ujang, Rabu (7/6).
Umumnya, lanjut Ujang, pejabat yang telah mengakhiri kekuasaannya cenderung tidak lagi oleh masyarakat. Selain itu, ia juga membuka kemungkinan bahwa cawe-cawe Presiden dijalankan untuk mengamankan persoalan hukum, bisnis, maupun pengaruh ke depannya.
Namun, Ujang menilai apapun motifnya seharusnya Presiden tidak melakukan cawe-cawe politik. Ia mengatakan, mestinya Jokowi dapat memosisikan diri sebagai seorang negarawan dan presiden yang adil, baik untuk rakyat maupun kandidiat calon presiden.
“Agar Jokowi punya legacy yang bagus, agar punya cerita yang bagus, dikenang sebagai presiden yang bagus dan landing (mengakhiri jabatan) dengan baik,” pungkas Ujang.
Sementara itu, dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III PDIP di Sekolah Partai, Jakarta Selatan, kemarin, Jokowi menegaskan langkah politiknya murni untuk memastikan situasi nasional tetap kondusif dan damai jelang pemilihan presiden atau Pilpres 2024.
Menurut Jokowi, telah menjadi tugasnya untuk memastikan transisi kepemimpinan 2024 berjalan baik.
“Bahwa menjadi kewajiban moral, menjadi tanggung jawab mora saya sebagai Presiden dalam masa transisi kepemimpinan nasional di 2024. Harus menjaga agar visi kepemimpinan nasional serentak bisa berjalan dengan baik, tanpa ada riak-riak yang membahayakan negara dan bangsa,” kata Jokowi.
Pada kesempatan sebelumnya, Presiden juga menyebut bahwa bahwa cawe-cawe yang dilakukannya demi kepentingan nasional. Sebab, lanjut Jokowi, memilih pemimpin pada 2024 sangat krusial.
Sebelumnya, Peneliti senior Pusat Riset Politik (PRP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menilai pernyataan Jokowi tersebut dapat ditafsirkan berbeda.
“Karena seolah-olah, pihak yang dia tidak dukung itu akan membawa Indonesia ke arah yang tidak baik. Itu, kan, bisa ditafsirkan seperti itu,” tegas Firman.
Kita sebagai masyarakat tentu saja tidak mengingkan Presiden Jokowi ikut terlalu jauh dalam mencampuri urusan Pemilu 2024.