Jumat, 26 September, 2025

Jejak Akulturasi dari Lezatnya Jajanan Sosis Solo

TAJUKNASIONAL.COM Jika mendengar kata sosis, mungkin yang terbayang adalah daging giling yang dibungkus usus atau lapisan lemak hewan.

Namun, hal itu tidak berlaku untuk Sosis Solo. Kudapan khas Kota Surakarta ini justru lebih mirip risoles dengan isian daging sapi berbumbu, yang dibalut kulit tipis dari telur dadar.

Dikutip dari Kompas.com, menurut peneliti Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Murdijati Gardjito, Sosis Solo lahir dari akulturasi dapur Eropa dan Jawa. “Sosis hasil akulturasi dari seni dapur Eropa dan Solo, sehingga bentuknya sudah tidak sama dengan sosis-sosis lainnya,” ujarnya.

Murdijati menjelaskan, pada masa kolonial, orang Jawa sebenarnya tidak mengenal makanan bernama sosis.

Hidangan itu diperkenalkan bangsa Eropa yang terbiasa menyantap daging giling bercampur susu.

Namun, masyarakat Solo saat itu tidak terbiasa mengonsumsi susu. Akhirnya, mereka membuat versi baru yang lebih sesuai dengan lidah lokal.

Alih-alih memakai susu, daging sapi giling diberi bumbu rempah khas seperti merica, bawang putih, dan pala.

Jika sosis Eropa umumnya disantap bersama roti, Sosis Solo lebih populer sebagai camilan.

Kehadiran kuliner ini tak lepas dari pengaruh kuat budaya Belanda di Solo pada masa penjajahan. Kota Surakarta kala itu menjadi pusat hubungan antara pemerintah kolonial dan raja-raja Mataram.

“Orang Solo kepingin merasakan kenikmatan dari sosis orang Belanda. Saat tahu adonannya menggunakan susu, mereka pun membuat versinya sendiri,” tutur Murdijati.

Selain itu, ada versi lain tentang asal-usul Sosis Solo. Heri Priyatmoko, dosen sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, menuturkan bahwa hidangan ini juga berakar dari kreativitas pengusaha restoran Tionghoa di Solo.

Mereka melihat peluang bisnis dengan menghadirkan sosis ala lokal untuk bangsawan kolonial dan kalangan priyayi.

“Ditilik dari kacamata ekologi budaya, telur adalah bahan yang mudah dijumpai di Jawa, terutama dari peternakan ayam di pekarangan rumah,” jelas Heri.

Dari situlah kulit tipis Sosis Solo tercipta. Namun, membuatnya tidak sembarangan, karena dibutuhkan keterampilan agar kulit telur tidak mudah sobek.

Kini, Sosis Solo menjadi salah satu ikon kuliner khas Surakarta. Di balik rasanya yang gurih, tersimpan jejak sejarah panjang akulturasi budaya, antara Eropa, Jawa, hingga pengaruh Tionghoa, yang memperkaya khazanah kuliner Nusantara.

Baca dan Ikuti Media Sosial Tajuk Nasional, KLIK DISINI

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini