Senin, 14 Oktober, 2024

BI Kembali Naikan Suku Bunga, Pengamat: Tapi Rupiah Kok Masih Merosot

TajukPolitik – Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menanggapi kabar Bank Indonesia (BI)  menaikan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen.

Dirinya mengatakan, keputusan tersebut agak terlambat cadangan devisa keburu terkuras. Namun dirinya pun kenapa nilai rupiah terus merosot mendekati 16.000 per dollar AS.

“Menaikkan lagi suku bunga acuan, 0,5% menjadi 5,25%, agak terlambat, cadangan devisa keburu terkuras, rupiah mendekati Rp16.000 per dolar AS. Mudah-mudahan kenaikan ini cukup meredam rupiah agar tidak turun lebih dalam. Tapi, rupiah kok masih merosot?” tulisnya dalam akun twitter pribadinya yang dikutip tajuknasional.com, Jumat (18/11).

Seperti diketahui, BI memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen. Demikian juga, suku bunga deposit facility naik sebesar 50 bps menjadi 4,5 persen, dan suku bunga lending facility naik sebesar 50 bps menjadi 6 persen.

“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 16 dan 17 November 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (17/11).

Perry mengatakan keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi.

Selain itu, kenaikan juga untuk memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3 plus minus 1 persen lebih awal yaitu ke paruh pertama 2023.

Penyesuaian suku bunga juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.

Perry mengungkapkan pertumbuhan ekonomi global melambat disertai dengan tingginya tekanan inflasi, agresifnya kenaikan suku bunga kebijakan moneter,dan ketidakpastian pasar keuangan.

Bank sentral memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2023 turun dari 2022, dengan risiko koreksi yang dapat lebih rendah dan resesi yang tinggi di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Perry menyebut pihaknya juga terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi.

Kenaikan suku bunga ini bukan pertama kali dalam beberapa bulan terakhir. Pada RDG sebelumnya, BI mengerek suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen.

Demikian juga, suku bunga deposit facility naik sebesar 50 bps menjadi 4 persen, dan suku bunga lending facility naik sebesar 50 bps menjadi 5,5 persen.

Perry saat itu mengatakan alasan utama bank sentral menaikkan suku bunga adalah mengendalikan tingkat inflasi. Menurutnya, meski inflasi inti masih terpantau aman, antisipasi harus dilakukan sejak awal.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini