Tajukpolitik – Peneliti Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Mazdan Maftukha Assyayuti, mengatakan jika periodisasi masa jabatan kepala desa pernah diajukan untuk diuji materi (judical review) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam putusannya Nomor 42/PUU-XIX/2021, katanya, MK menegaskan pembatasan jabatan kepala desa sepanjang 6 tahun dengan paling banyak 3 kali masa jabatan merupakan aturan yang konstitusional.
Ia mengemukakan bahwa pembatasan masa jabatan kepala desa tersebut merupakan perwujudan penyelenggaraan prinsip demokrasi sekaligus merupakan semangat pembatasan yang dikehendaki UUD 1945.
“Semangat demikian dapat dicontoh dengan adanya pembatasan masa jabatan dan periodesasi masa jabatan presiden dan wakil presiden,” ujarnya, di Yogyakarta, Rabu (18/1).
Sehingga, ujarnya, penyimpangan atas prinsip pembatasan masa jabatan kepala desa merupakan penyimpangan terhadap amanat konstitusi.
Dikatakan, pengaturan mengenai masa jabatan kepala desa secara tegas telah diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Desa, yang intinya kepala desa dapat menjabat selama 6 tahun dan menjabat paling banyak 3 kali masa baik secara berturut-turut maupun tidak secara berturut-turut.
“Aturan tersebut berarti kepala desa dapat menjabat maksimal selama 18 tahun. Apabila diperpanjang menjadi 9 tahun, maka kepala desa di seluruh Indonesia akan dapat menjabat paling lama 27 tahun,” katanya.
Pada Selasa (17/1) kemarin, Badan Legislasi dan beberapa fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui untuk melakukan revisi terhadap UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) berkaitan dengan permohonan perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun selama 3 periode menjadi 9 tahun selama 3 periode.
Lebih lanjut, Mazdan mengungkapkan periodesasi masa jabatan kepala desa sudah mengakomodasi kekhawatiran berkaitan dengan munculnya polarisasi akibat persaingan politik dan efektivitas pemerintahan desa.
“Kekhawatiran polarisasi akibat persaingan politik di tingkat desa dan efektivitas pemerintahan desa sejatinya dapat dicegah dengan melakukan pendidikan politik, perbaikan kultur politik, dan pemenuhan asas-asas pemerintahan yang baik, bukan memperpanjang masa jabatan kepala desa,” tegasnya.
PSHK FH UII pun merekomendasikan beberapa poin. Pertama, kepada DPR dan Presiden agar menolak permohonan revisi UU Desa berkaitan dengan perpanjangan masa jabatan kepala desa.
Kedua, kepada Menteri Dalam Negeri agar melakukan pendidikan politik termasuk melalui partai politik, dan melakukan pengendalian evektivitas pemerintahan desa.
Ketiga, kepada Forkopimda kabupaten/kota agar dapat memaksimalkan fungsinya dalam menunjang bupati/wali kota dalam pembinaan, pengembangan, koordinasi dan penanganan konflik masyarakat di Desa khususnya berkaitan dengan polarisasi di Desa.