Rabu, 29 Oktober, 2025

Adik Jusuf Kalla, Halim Kalla Jadi Tersangka Korupsi Proyek PLTU Kalbar

TAJUKNASIONAL.COM Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri menetapkan Halim Kalla, Presiden Direktur PT BRN sekaligus adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK), sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat periode 2008–2018.

Selain Halim Kalla jadi tersangka korupsi, penyidik juga menetapkan tiga tersangka lain, yakni mantan Direktur Utama PLN 2008–2009 Fahmi Mochtar (FM), Dirut PT BRN berinisial RR, serta Dirut PT Praba berinisial HYL.

Keputusan tersebut diambil setelah gelar perkara pada Jumat (3/10/2025).

Kepala Kortas Tipikor Polri Irjen Cahyono Wibowo menyebut, proyek pembangunan PLTU ini terbukti bermasalah sejak awal.

Baca Juga: Kebijakan UU BUMN Baru: KPK Mempunyai Wawenang Usut Korupsi Pejabat BUMN

“Total ada empat orang tersangka, termasuk FM selaku Dirut PLN saat itu dan HK (Halim Kalla) selaku Presiden Direktur PT BRN,” ujar Cahyono dalam konferensi pers, Senin (6/10).

Direktur Penindakan Kortas Tipikor Polri, Brigjen Totok Suharyanto, mengungkap proyek PLTU Kalbar mangkrak sejak 2016 meski kontrak telah diperpanjang sebanyak 10 kali hingga 2018.

Namun hingga akhir, proyek hanya mencapai 85,56 persen dan tidak dapat dimanfaatkan.

Totok menjelaskan, kasus bermula dari praktik permufakatan antara PLN dan PT BRN sebelum lelang pembangunan PLTU digelar.

PT BRN bersama konsorsium (KSO) dengan Alton dan OJSC diloloskan meski tidak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis.

“Bahkan, Alton dan OJSC tidak pernah tergabung dalam KSO yang dibentuk PT BRN. Setelah itu, pekerjaan dialihkan ke PT PI sebelum penandatanganan kontrak,” jelas Totok.

Dalam perjalanannya, ditemukan pula aliran dana mencurigakan dari rekening KSO BRN yang berasal dari pembayaran proyek.

Baca Juga: Presiden RI Prabowo Subianto Soroti Korupsi Ratusan Triliun, Singgung Nasib Wartawan Bergaji Minim

PLN disebut telah membayar Rp323,19 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil dan USD 62,4 juta untuk pekerjaan mechanical electrical. Namun, dana tersebut diduga mengalir ke rekening pribadi para tersangka.

Hingga kontrak berakhir pada 28 Februari 2012, pekerjaan baru mencapai 57 persen.

Meski diperpanjang hingga 2018, proyek tidak rampung dan sebagian besar bangunan serta peralatan kini terbengkalai.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini