TAJUKNASIONAL.COM Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan dirinya bukan sekadar “juru bayar” bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pernyataan itu ia sampaikan setelah sejumlah perusahaan pelat merah melaporkan permasalahan mereka ke Komisi XI DPR, alih-alih langsung menghadap ke dirinya.
Menteri Keuangan, Purbaya menilai tindakan tersebut kurang tepat, sebab ia tidak hanya berperan sebagai pengelola pembayaran, melainkan juga sebagai pengawas jalannya proyek-proyek strategis BUMN.
“Saya bukan juru bayar saja. Saya akan masuk, saya akan lihat mereka jalankan apa enggak proyek-proyek yang diusulkan. Kalau enggak, kita potong uangnya.
Saya kan pengawas, saya ganti saja dirutnya,” ujar Purbaya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta Pusat, Selasa (30/9).
Baca Juga: Menteri AHY Temui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Bahas Prioritas Kementrian ATR/BPN
Lebih lanjut, ia memberi penjelasan terkait tagihan subsidi dan kompensasi dari PLN serta Pertamina tahun 2024. Menurutnya, seluruh kewajiban pembayaran telah dilunasi oleh Kementerian Keuangan tahun lalu.
Namun, Purbaya mengingatkan adanya jeda waktu beberapa bulan lantaran proses audit dan verifikasi yang melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Meski begitu, ia menegaskan pembayaran tidak mungkin molor hingga tahun berikutnya.
Untuk mempercepat proses, Purbaya berjanji memangkas waktu verifikasi menjadi hanya satu bulan. Ia mengaku memahami dampak keterlambatan pembayaran terhadap arus kas perusahaan karena pernah bekerja di sektor swasta.
“Pada dasarnya, begitu masuk akal, kami akan proses secepatnya. Program PSO (public service obligation) tidak boleh mengganggu cash flow Pertamina, PLN, dan lain-lain. Tapi nanti saya lihat, kalau enggak untung juga, awas!” tegasnya.
Sejak dilantik sebagai Menkeu pada 8 September lalu, Purbaya sudah mempelajari sejumlah proposal proyek, termasuk milik Danantara.
Baca Juga: Demi Kenyamanan, PSSI Tolak Rekomendasi Arab Saudi dan Pilih Sendiri Hotel untuk Timnas Indonesia
Namun, ia menilai proposal tersebut masih belum jelas arahnya.
Dalam kesempatan itu, Purbaya juga menyinggung wacana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) senilai US$75 miliar yang dibahas bersama Presiden Prabowo Subianto dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Ia menekankan proyek energi terbarukan itu berpotensi menekan subsidi listrik jika harga produksi bisa ditekan hingga 6 sen dolar per kWh.
“Kalau itu betul, matangkan! Kalau perlu dengan PMN (penyertaan modal negara). Karena pada akhirnya akan mengurangi subsidi listrik yang terlalu besar. Jadi, kita enggak diam saja,” pungkasnya.
Baca dan Ikuti Media Sosial Tajuk Nasional, KLIK DISINI