TajukNasional Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan besar dalam memberantas korupsi sistemik yang telah lama mengakar di Indonesia.
Praktik korupsi yang melibatkan berbagai jenjang kekuasaan, termasuk oknum prioritas tertentu atau dikenal sebagai “super VVIP,” menjadi perhatian serius pemerintah.
Pengamat sosial dan politik, Adian Radiatus, menyoroti kompleksitas pemberantasan korupsi yang disebabkan oleh kerusakan struktural di era pemerintahan sebelumnya.
Menurutnya, keterkaitan antara pelaku di berbagai level kekuasaan memperumit upaya penanganan.
“Maka dapat dipastikan apa yang dipelajari dan ditelaah oleh Presiden Prabowo berbasis data dan masukan berbagai pihak sehingga analisisnya patut dikemukakan di ruang publik,” kata Adian, Senin (30/12).
Salah satu langkah yang diusulkan adalah pengumuman “darurat korupsi,” di mana instansi seperti KPK dan Kejaksaan Agung mengungkap daftar nama yang diduga terlibat korupsi, baik yang telah diperiksa maupun belum.
Adian menjelaskan bahwa mekanisme ini memungkinkan pemulihan nama baik bagi yang tidak terbukti bersalah, sementara pelaku langsung diproses di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tanpa peluang banding, kecuali melalui grasi Presiden.
“Namun pertanyaannya, apakah mungkin para koruptor bersedia mengembalikan uang hasil korupsi dan kembali sebagai anak bangsa sejati? Atau justru saling menunggu langkah satu sama lain?” tanyanya.
Langkah ini diharapkan menjadi solusi cepat menghentikan penyebaran korupsi yang telah mencapai tingkat akut.
Presiden Prabowo juga terus menekankan pentingnya integritas dalam pemerintahan. Kebijakan ini menjadi ujian besar bagi kepemimpinannya dalam membawa perubahan nyata di bidang pemberantasan korupsi.
“Dengan metode seperti ini, diharapkan komplikasi korupsi yang telah mencapai stadium akut dapat dihentikan,” pungkas Adian.
