TajukNasional Anggota DPR RI dari Partai Demokrat, Herman Khaeron, menegaskan pentingnya rencana pemerintah untuk memberikan subsidi kereta rel listrik (KRL) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) agar subsidi tersebut dapat lebih tepat sasaran. Menurut Herman, subsidi harus diberikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, bukan hanya untuk KRL, tetapi juga untuk seluruh jenis subsidi lainnya.
“Supaya tepat sasaran. Subsidi diberikan kepada pihak yang memang betul-betul membutuhkan. Saya kira, bukan untuk subsidi KRL saja. Tapi, untuk seluruh subsidi,” jelas Herman Khaeron, Selasa (3/9).
Namun, Herman Khaeron menyarankan agar dibangun sebuah sistem yang mampu memastikan subsidi tersebut benar-benar tepat sasaran. Menurutnya, hal ini sangat penting untuk menepis kekhawatiran bahwa subsidi tidak diberikan kepada pihak yang seharusnya.
“Jika ada anggapan seperti itu, harus dibangun sistem atau aplikasi yang memungkinkan subsidi tepat sasaran. Nah, ini kan masalah utama sekarang,” ucapnya.
“Banyak subsidi yang tidak tepat sasaran. Karena itu, dari waktu ke waktu, terus diperbaiki dengan berbagai sistem,” lanjut Herman.
Ia kemudian memberikan contoh bagaimana Pertamina telah menggunakan sistem barcode untuk memastikan bahwa bensin subsidi hanya diberikan kepada yang berhak.
“Nah, ini juga sama, semestinya menggunakan NIK. Dengan NIK, bisa by name, by address. Semestinya, memang by name by address. Supaya tepat sasaran. Makanya, butuh data untuk menjamin bahwa subsidi ini dipercaya. Mekanisme untuk sampai kepada penduduk, memang butuh proses,” tukasnya.
Rencana pemberian subsidi berbasis NIK ini terungkap dalam dokumen Buku Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2025. Dalam dokumen tersebut, subsidi untuk kewajiban pelayanan publik, atau public service obligation (PSO), dalam RAPBN tahun anggaran 2025 direncanakan sebesar Rp 7.960,1 miliar (Rp 7,9 triliun).
Dilansir dari CNBC Indonesia, anggaran belanja subsidi PSO tahun anggaran 2025 yang dialokasikan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp 4.797,1 miliar (Rp 4,79 triliun) untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api. Ini mencakup berbagai layanan seperti KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KRD ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan LRT Jabodebek.
Pemerintah juga memberikan sejumlah catatan perbaikan dalam pemberian PSO 2025, yang meliputi penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek, pelaksanaan survei indeks kepuasan masyarakat (IKM) pada KA penugasan PSO, serta mekanisme pengurangan pemberian subsidi pada KA penugasan PSO melalui skema perhitungan pendapatan non tiket (non core). Pemerintah juga menggarisbawahi pentingnya pelaksanaan verifikasi berbasis biaya pada penyelenggaraan KA PSO.
Poin pertama mengenai penerapan subsidi berbasis NIK ini mendapatkan kritikan dari berbagai pihak. Kritik tersebut terutama terkait dengan perubahan skema subsidi berbasis NIK yang artinya tidak semua masyarakat bisa menerima layanan KRL dengan harga murah seperti saat ini. Padahal, layanan KRL dianggap penting dalam mengurangi penggunaan moda transportasi pribadi dan mengatasi kemacetan.
Sebagai informasi tambahan, tarif KRL Jabodetabek belum mengalami kenaikan sejak 2016, dengan skema tarif sebesar Rp 3.000 untuk 25 kilometer pertama dan ditambah Rp 1.000 untuk setiap 10 kilometer berikutnya.