Minggu lalu adalah minggu yang sibuk bagi para politisi, terutama bagi para ketua umum partai politik. Tercatat, ada empat parpol yang mengadakan pertemuan terbuka yang dihadiri Ketua Umum dan para petingginya secara bergantian. Dimulai dari pertemuan Nasdem dan PKS di hari Rabu, 22 Juni 2022. Dilanjutkan Demokrat dan Nasdem di Kamis, 23 Juni 2022. Dan, ditutup dengan silaturahmi Gerindra dan Demokrat di Jumat, 24 Juni 2022.
Terbukanya pertemuan antar pimpinan puncak parpol ini tentu merupakan bentuk komunikasi politik yang sangat kuat. Ada sinyal yang ingin dikirim kepada publik mengenai kemungkinan rajutan koalisi yang akan dibangun. Pertama, Nasdem yang diduga kuat akan mengusung Anies Baswedan sebagai capres 2024, membutuhkan PKS dan Demokrat sebagai calon rekan koalisi untuk memenuhi ambang batas presiden 20 persen kursi DPR. Pilihan rasional untuk Nasdem pasca parpol calon rekan koalisi sebelum ini, PAN dan PPP, memilih merapat ke Golkar dan membentuk Koalisi Indonesia Bersatu.
Tak pelak, pertemuan terbuka Nasdem dengan PKS dan Demokrat secara berturut-turut, seakan ingin memberikan sinyal perlawanan kepada lawan politik yang berupaya memangkas niat Nasdem mengusung Anies Baswedan. Dan, membuat para pendukung Anies Baswedan, terjaga asanya.
Kedua, pertemuan Gerindra dan Demokrat, menjadi magnet kuat yang menutup minggu sibuk bagi para Ketum parpol. Ada upaya Gerindra untuk menjadi salah satu episentrum dalam pembangunan koalisi. Tak ingin ketinggalan dengan Nasdem yang kedatangan beberapa ketua umum parpol secara bergantian dalam tiga bulan terakhir, padahal jumlah kursi Gerindra di parlemen jauh di atas Nasdem.
Apalagi, Gerindra membutuhkan teman-teman koalisi baru, setelah rencana koalisi dengan PDIP sepertinya berat untuk terwujud. PDIP kemungkinan memutuskan mengajukan kadernya sendiri sebagai capres. Sedangkan Gerindra tampak tak akan bergeser dari Prabowo selaku ketua umumnya untuk diajukan sebagai capres, karena ingin kembali mereguk dahsyatnya manfaat coattail effect bagi perolehan suara mereka seperti Pilpres 2019.
Publik pun menanti, apakah Gerindra berhasil menarik Demokrat untuk merapat ke dalam rencana koalisi Gerindra-PKB yang kemungkinan mengusung Prabowo-Muhaimin? Atau, malah menjadikan Gerindra-Demokrat lebih realistis karena memiliki bakal pasangan calon Prabowo-AHY yang lebih punya potensi menang?
Ketiga, langkah ketua umum
Partai Demokrat, AHY, membawa jajaran petinggi Demokrat ke Nasdem dan Gerindra dalam rentang waktu dua hari, tak pelak membetot perhatian publik. Prediksi banyak pihak, pertemuan terbuka Demokrat dan Nasdem untuk ke-3 kalinya, memberikan sinyal kuat keseriusan Demokrat membangun koalisi dengan Nasdem&PKS, untuk mengusung Anies-AHY.
Tapi, pertemuan sehari setelahnya dengan Prabowo yang seakan tabu pasca Pilpres 2019, menunjukkan AHY tak ada beban untuk berkomunikasi dengan Prabowo, dan sepertinya sudah melupakan luka lama ditinggalkan Prabowo beberapa hari jelang pendaftaran capres-cawapres 2019. Muncul pula dugaan, masih ada ruang bagi Gerindra dan Demokrat untuk berkoalisi di 2024.
Apalagi, AHY kini tampak semakin percaya diri. Survei terbaru Kompas menunjukkan, elektabilitas Demokrat sudah mencapai 11,6 persen, dan kokoh di peringkat ketiga. Jaraknya pun semakin tipis dengan Gerindra yang berada di peringkat kedua dengan 12,5 persen. Elektabilitas Demokrat yang terus meningkat selama dua tahun terakhir, membuat AHY tak terburu-buru mengunci rekan koalisi.
Lalu, seperti apakah koalisi yang bakal terbentuk ke depannya? Kita tunggu.