“Banyak lahan yang akhirnya diduduki dan sulit dikembalikan ke pemilik sahnya. Bahkan beberapa di antaranya berujung pada pemaksaan hak atau upaya meminta ganti rugi padahal mereka tidak memiliki klaim apa pun,” tambahnya.
Dede menilai praktik semacam ini bukan fenomena baru, namun terus terjadi akibat kurangnya tindakan hukum yang konsisten. Ia mendorong agar kejadian seperti ini tidak dibiarkan berulang dan meminta masyarakat pemilik lahan agar lebih proaktif dalam menjaga dan memanfaatkan tanah yang dimiliki.
“Kalau punya lahan kosong, sebaiknya digunakan, entah itu dijadikan kebun, usaha, atau apa pun. Jangan sampai dibiarkan terbengkalai karena berisiko dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab,” sarannya.
Sementara itu, Kepolisian Daerah Metro Jaya telah bergerak menindaklanjuti laporan BMKG mengenai dugaan pendudukan ilegal terhadap lahan seluas lebih dari 127 ribu meter persegi tersebut. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengatakan bahwa pihaknya telah memasang papan pemberitahuan di lokasi sebagai bagian dari proses penyelidikan.
“Status lahan saat ini adalah status quo karena dalam tahap penyelidikan. Tim dari Subdit Harda Ditreskrimum sudah menandai lokasi bahwa lahan tersebut sedang dalam proses hukum,” ujar Ade Ary, Jumat (23/5).
Ia menambahkan bahwa penanganan kasus ini merupakan bagian dari upaya pemberantasan aksi premanisme dan pihak kepolisian akan menindaklanjuti laporan tersebut hingga tuntas. Laporan BMKG, yang masuk sejak 3 Februari 2025, menyebut adanya dugaan pelanggaran berupa penyerobotan lahan, penggelapan hak atas tanah, hingga perusakan fasilitas.