“Ini bukan soal personal. Tapi publik juga perlu tahu: selama satu dekade isu ini bergulir, berapa banyak energi dan dana yang dihabiskan?” kata Ngabalin.
Keduanya sepakat agar dibuat forum publik yang lebih serius dan terbuka untuk membahas tudingan tersebut agar terang-benderang.
Di sisi lain, tim pendukung Roy Suryo tak tinggal diam. Mereka mengajukan permintaan kepada Bareskrim Polri untuk melakukan gelar perkara ulang terkait hasil uji keaslian ijazah Presiden Jokowi oleh Puslabfor Polri.
Rizal Fadillah, Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), menilai kesimpulan penyelidikan yang menyatakan ijazah Jokowi otentik sebagai bentuk keberpihakan.
“Ada kesan pengaburan antara yang identik, nonidentik, dan otentik. Harus ada pembuktian terbuka dan jujur,” ujar Rizal, Jumat (30/5/2025).
Ia mengonfirmasi bahwa permintaan gelar perkara baru telah diterima oleh Biro Wasidik Bareskrim Polri awal pekan ini. Rizal berharap proses evaluasi tersebut dilakukan secara terbuka agar publik bisa menilai secara objektif.
Menanggapi desakan tersebut, Bareskrim Polri menegaskan bahwa proses penyelidikan telah dilakukan secara profesional dan tidak ada pelanggaran prosedur.
“Kami libatkan pengawasan internal: Wasidik, Propam, Itwasum, hingga Divkum. Semua bisa kami pertanggungjawabkan,” jelas Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, Dirtipidum Bareskrim, Selasa (27/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa ijazah asli milik Presiden Jokowi sudah dikembalikan kepada pemiliknya, dan akan dibawa jika proses hukum berlanjut ke persidangan.
“Kalau memang diperlukan dalam sidang, ijazah asli akan dibawa langsung oleh pemiliknya,” tegasnya.
Isu ini semakin kompleks karena menyentuh aspek politik, hukum, dan persepsi publik. Dengan saling tuding dan klaim dana besar, polemik ijazah Jokowi tampaknya belum akan berhenti dalam waktu dekat. Yang dibutuhkan sekarang adalah bukti, transparansi, dan itikad baik dari semua pihak—agar publik tidak terus dipertontonkan konflik tanpa ujung.