TajukPolitik – Wakil Ketua MPR Syarief Hasan mengemukakan bahwa wacana penggunaan hak angket untuk merespons dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 merupakan langkah yang tidak tepat dan kontraproduktif.
Menurutnya, wacana tersebut justru membuat hak angket menjadi bias dan bertendensi politis. Ia menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sudah mengatur mekanisme yang jelas jika ada pihak yang ingin mempertanyakan hasil pemilu.
Politisi Partai Demokrat ini menilai pesta demokrasi di Pemilu 2024 sudah berjalan demokratis. “Semua pihak harus mengedepankan kebijaksanaan kolektif, menurunkan tensi politik, menunggu semua proses Pemilu rampung,” harapnya, Minggu (25/2).
Syarief Hasan menjelaskan bahwa hak angket hanya akan menyisakan kegaduhan politik, berdampak pada segregasi sosial politik, dan mengganggu kenyamanan berusaha.
Selain itu, sudah ada mekanisme hukum tersendiri yang lebih tepat untuk menyelesaikan sengketa pemilu. Yaitu diajukan ke Badan Pengawas Pemilu. Sedangkan sengketa hasil pemilu bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Syarief menilai bahwa hak angket merupakan peradilan politik untuk unjuk kekuatan yang berpotensi menimbulkan perpecahan bangsa. Hal ini, menurutnya, berbahaya bagi demokrasi Indonesia dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, Syarief mengajak semua pihak untuk berpikir lebih holistik dan integratif dalam menyikapi pelaksanaan pemilu. Dia mengingatkan bahwa semua pihak telah bersepakat untuk menjadikan tahun 2024 sebagai agenda pergantian pemimpin politik, baik nasional maupun daerah.
Jika pelaksanaan pemilu ini dipertanyakan dan bahkan didelegitimasi oleh parlemen, maka hal itu justru menyisakan banyak pertanyaan.
“Jika ada anggapan pemilu bermasalah, atau KPU dan Bawaslu tidak independen, sebaiknya gunakan saja saluran yang tersedia. Menggunakan mekanisme hukum jauh lebih baik dibandingkan unjuk kekuatan politik di DPR,” tegasnya