Namun, Burhanudin tak menutup mata terhadap sisi gelap sistem ini.
Ia menggarisbawahi melonjaknya dominasi kalangan oligarki di parlemen.
“Sejak 2014 hingga 2019 dan 2024, persentase anggota DPR dari kalangan pengusaha terus meningkat drastis, dari 48% menjadi 61%. Artinya, enam dari sepuluh anggota DPR berlatar belakang pengusaha,” tegasnya.
Menurut Burhanudin, sistem terbuka menciptakan medan kompetisi politik yang sangat mahal.
“Kampanye dalam sistem ini bersifat resource-intensive. Hanya mereka yang punya jaringan kuat dan modal besar yang bisa bertahan. Ini menyulitkan aktivis, akademisi, atau kader tulen partai untuk tampil,” katanya.
Lebih lanjut, ia menyoroti peran elit partai dalam menyaring calon legislatif.
“Pengusaha diberi keistimewaan karena mereka bisa membantu pembiayaan operasional partai. Jadi, bukan keinginan pemilih yang menentukan siapa yang maju, tapi suplai dari elit partai yang membentuk demand,” ungkapnya.
Burhanudin juga menyinggung temuan riset terbaru yang menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan calon legislatif, semakin besar peluang kemenangannya dalam pemilu.
Burhanudin menyarankan agar partai politik mengambil peran lebih besar dalam memberi ruang bagi kader, aktivis, dan akademisi agar demokrasi tidak hanya menjadi panggung bagi mereka yang kuat secara finansial.
Baca dan ikuti Media Sosial Tajuk Nasional, KLIK DISINI