TajukPolitik – Pakar politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam menjelaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat capres-cawapres sarat kepentingan dan membuka celah pertentangan dengan Pasal 17 Ayat 3, 5, 6 dan 7 Undang-Undang No 48/ 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Dalam putusannya, MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun menjadi capres-cawapres, asalkan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah atau jabatan yang dipilih melalui mekanisme Pemilihan Umum atau Pilkada (elected officials).
Menurut Ahmad Khoirul Umam, Keberadaan Ketua MK Anwar Usman yang berelasi dengan Presiden Jokowi sekaligus paman dari Gibran Rakabuming Raka, menguatkan dugaan adanya konflik kepentingan (conflict of interests).
“Ini bertentangan dengan spirit independensi kekuasaan kehakiman,” kata pakar politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam, Selasa, 17 Oktober 2023.
Selain itu, ia menilai dalam Rapat Putusan Hakim (RPH) di MK kemarin, komposisi sikap hakim dalam pengambilan keputusan juga beragam dan tidak bulat.
Tiga hakim yang setuju, dua hakim dissenting opinion (DO), dan dua hakim Concurring Opinion (CO) atau memiliki argumen berbeda tapi ikut saja setuju dengan keputusan mayoritas majelis hakim.
“Artinya, tidak menutup kemungkinan 2 orang hakim yang bersikap Concurring Opinion (CO) itu berada di bawah tekanan, namun tidak berani bersikap menghadapi kekuatan besar yang menghantui netralitas dan independensi hakim. Hal itu juga dikonfirmasi oleh testimoni Hakim Konstitusi Saldi Isra yang mengakui banyak hal aneh dalam pengambilan keputusan di MK kemarin,” terangnya lagi.
Dia menekankan merujuk pada Pasal 17 ayat 6 dan 7 UU No 48/ 2009, jika benar terjadi konflik kepentingan atau bahkan ada dugaan tekanan politik yang merusak independensi dan netralitas hakim, maka putusan MK bisa dianulir.
“Putusannya dinyatakan tidak sah, dan pihak-pihak yang diduga mengacaukan netralitas dan independensi hakim bisa dikenakan sanksi administratif atau bahkan dipidanakan. Selanjutnya, setelah dianulir, amar putusan bisa diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda,” pungkasnya