TajukPolitik – Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menyoroti pergeseran suara di internal Partai Nasdem untuk mengondisikan caleg tertentu.
Menurut Ujang, Partai Nasdem menggunakan cara yang haram untuk mengondisikan suara caleg tertentu melalui pergeseran suara di internal partai.
Ujang menyoroti dua kasus pergeseran suara di internal Partai Nasdem, yakni kasus penggelembungan suara calon anggota legislatif (caleg) DPR dari Partai Nasdem daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat II nomor urut 5, Rajiv terjadi di 352 tempat pemungutan suara (TPS) dan pengunduran diri peraih suara terbanyak dari Partai Nasdem di dapil NTT II, Ratu Wulla Talu, untuk memberi jalan mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat lolos ke Senayan dan dilantik menjadi anggota DPR periode 2024-2029.
Menurut Ujang, untuk kasus Rajiv merupakan pelanggaran hukum yang harus diusut sesuai mekanisme hukum dan ketentuan berlaku karena penggelembungan atau pergeseran suaranya melibatkan penyelenggara pemilu, yakni panitia pemilik kecamatan (PPK).
“Kalau ada kecurangan dibuka ke publik, dilaporkan juga ke MK, terkait penyelenggara pemilu dilaporkan ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu),” kata Ujang saat, Sabtu (16/3).
Sedangkan terkait pengunduran diri Ratu Wulla di dapil NTT II, Ujang menduga ada unsur pemaksaan dari internal Partai Nasdem agar Wulla mengundurkan diri meski meraih suara terbanyak, agar digantikan oleh Viktor Laiskodat.
“Saya punya keyakinan Wulla diminta untuk mundur. Meskipun Wulla memperoleh suara terbanyak harus merelakan suara dan jabatannya itu ke Victor Laiskodat,” ujar Ujang.
Menurut Ujang, Partai Nasdem punya keinginan agar Victor Laiskodat dilantik menjadi anggota DPR dan bukan Wulla. Sehingga Wulla diminta untuk mengundurkan diri.
Walaupun dalam suratnya Wulla mengundurkan diri secara sukarela, tetapi, menurut Ujang, tidak ada yang sukarela dalam politik.
“Yang ada adalah kompromi-kompromi di partai agar Wulla mundur dan agar Victor dilantik menjadi anggota DPR,” pungkasnya.