Menurut Fahmi, uang Rp4 miliar telah diterima dalam dua tahap, baik melalui transfer maupun tunai, kepada Nikita maupun asistennya, Ismail Marzuki. Namun belakangan, kerja sama tersebut justru berujung pelaporan polisi terhadap Nikita, dengan tuduhan pemerasan.
“Padahal sebelumnya disebut permintaan review produk. Tapi kemudian berkembang menjadi laporan pidana yang justru menyebabkan klien kami ditahan,” ujar Fahmi.
Dampak dari proses hukum itu, kata Nikita, sangat berat secara pribadi. Ia mengaku kehilangan pekerjaan, tercoreng reputasinya, dan tak bisa menafkahi tiga anaknya yang masih kecil. Hal itu menjadi dasar gugatan ganti rugi immateriil senilai Rp100 miliar.
“Nama saya rusak, pekerjaan saya terganggu, dan saya tidak bisa menafkahi anak-anak saya. Saya ditahan karena tuduhan yang menurut saya tidak berdasar. Wajar kalau saya tuntut ganti rugi,” ujar Nikita di luar persidangan.
Selain gugatan wanprestasi, Nikita juga melaporkan adanya dugaan rekaman ilegal yang digunakan sebagai barang bukti dalam laporan terhadap dirinya. Laporan tersebut telah disampaikan ke Polda Metro Jaya sejak April 2025 dan kini sudah masuk tahap penyidikan.
“Rekaman yang digunakan tidak memiliki izin. Itu melanggar hukum dan kami sudah laporkan karena dijadikan bukti dalam laporan dugaan pemerasan,” tegas Fahmi.
Saat ini, penahanan Nikita Mirzani masih berlanjut dan telah diperpanjang hingga 1 Juni 2025. Tim kuasa hukumnya menyatakan akan terus mengambil langkah hukum untuk membela klien mereka dari proses yang dianggap penuh kejanggalan.