Meski demikian, Mahfud tak membela Jokowi secara membabi buta. Ia menegaskan bahwa jika terbukti ada pemalsuan ijazah secara pidana, maka Jokowi tetap bisa dijerat hukum. Namun, itu hanya berlaku secara pribadi, tidak berdampak pada sistem ketatanegaraan.
“Pidananya tetap bisa. Itu soal pribadi, bukan soal sah-tidaknya keputusan negara,” tegas Mahfud.
Merespons tudingan yang terus bergulir, Jokowi akhirnya memilih menempuh jalur hukum. Pada Rabu (30/4/2025), Presiden Jokowi melaporkan lima orang yang dituding menyebarkan tuduhan palsu soal ijazahnya ke Polda Metro Jaya.
Kelima terlapor—berinisial RS, ES, RS, T, dan K—dikenakan pasal pencemaran nama baik dalam KUHP serta beberapa pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Kami gunakan Pasal 310 dan 311 KUHP serta Pasal 27A, 32, dan 35 UU ITE. Semua unsur sudah disampaikan,” ujar kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan.
Pernyataan Mahfud MD menjadi penegasan bahwa dalam sistem hukum Indonesia, legalitas kepemimpinan tidak bergantung pada satu dokumen pribadi, melainkan pada proses politik dan administrasi yang sudah dilewati secara sah.
Namun, bila terbukti ada pemalsuan dokumen, itu tetap bisa menjadi perkara pidana—tanpa menggoyahkan bangunan hukum negara.