Mahfud MD juga menegaskan bahwa pihak luar, termasuk individu atau kelompok, tidak dapat memaksa Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk membuka dokumen pribadi seperti ijazah Jokowi. Menurutnya, tindakan seperti itu bisa melanggar privasi dan membuka preseden buruk di masa depan.
“Kalau semua orang bisa minta lihat ijazah orang lain seenaknya, negara ini bisa kacau. Itu dokumen pribadi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Mahfud MD menambahkan bahwa sekalipun ijazah Jokowi terbukti palsu, hal itu tidak otomatis membatalkan keabsahan jabatan atau kebijakan yang telah diambil sebagai presiden. Dalam perspektif hukum tata negara, keputusan yang telah diambil secara sah tetap memiliki kekuatan hukum.
“Kalau keputusan Jokowi dibatalkan karena ijazah, maka semua hasil pemilu, undang-undang, dan kebijakan bisa ikut batal. Negara bisa bubar,” tegasnya.
Namun, ia menekankan bahwa secara pidana, pemalsuan ijazah tetap bisa diproses jika terbukti terjadi. “Kalau itu ranah pidana, itu urusan personal. Tapi bukan berarti jabatan dan kebijakan otomatis gugur,” pungkasnya.