Penggeledahan ini merupakan tindak lanjut dari surat perintah penyidikan tertanggal 20 Mei 2025. Kejagung menemukan dugaan adanya rekayasa dalam proses pengadaan, di mana tim teknis diduga diarahkan untuk menyusun kajian yang mengutamakan penggunaan sistem operasi Chromebook, meskipun uji coba sebelumnya menunjukkan ketidaksesuaian dengan kondisi infrastruktur pendidikan di berbagai wilayah.
Uji coba pengadaan 1.000 unit Chromebook pada 2018–2019 mencatat berbagai kendala, termasuk terbatasnya jaringan internet di banyak daerah. Tim teknis awalnya merekomendasikan perangkat dengan sistem operasi Windows, namun kajian tersebut digantikan oleh analisis baru yang menyetujui Chromebook sebagai pilihan utama.
Berdasarkan kajian baru tersebut, Kemendikbudristek mengalokasikan dana sebesar Rp 3,5 triliun untuk pengadaan perangkat TIK dalam periode 2020–2022. Selain itu, dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp 6,3 triliun juga dikucurkan, dengan total anggaran mencapai Rp 9,9 triliun.
Kejagung menyatakan penyidikan akan terus dikembangkan untuk mengungkap lebih lanjut pihak-pihak yang terlibat dalam keputusan pengadaan yang dianggap bermasalah ini.