TajukNasional Bakal Calon Wali Kota Semarang, AS Sukawijaya yang dikenal dengan nama Yoyok Sukawi, melakukan pertemuan dengan perwakilan petani dan nelayan yang tergabung dalam Kontak Tani-Nelayan Andalan (KTNA) Kota Semarang di Sebatur Agro Polaman, Mijen, pada Rabu (11/9).
Pertemuan ini dihadiri oleh Sumarno sebagai Ketua KTNA Kota Semarang, Wakil Ketua Suratno, Sekretaris Anang, serta sejumlah anggota dan perwakilan dari kelompok tani-nelayan.
Dalam kesempatan tersebut, para petani dan nelayan mengungkapkan keluhan mereka terkait tingginya pajak yang harus dibayarkan, khususnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Banyak dari mereka merasa terbebani, terutama karena beberapa lahan tidak dapat dikelola secara produktif akibat berbagai kendala, seperti kondisi lahan dan keterbatasan sumber daya.
Menanggapi curahan hati para petani dan nelayan, Yoyok Sukawi menjanjikan perubahan kebijakan jika ia terpilih sebagai Wali Kota Semarang. Bersama pasangannya, Joko Santoso, Yoyok berencana untuk mengklasifikasikan lahan-lahan yang wajib membayar pajak sesuai dengan penggunaannya. Hal ini bertujuan agar pajak yang dibayarkan lebih adil, terutama bagi para petani yang lahannya tidak produktif.
“Terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), kami punya rencana untuk pemerintah ke depan. Pertama, kami tidak akan menaikkan PBB. Kedua, kami ingin mengklasifikasikan PBB ini berdasarkan kategori, seperti perumahan, pabrik, pertanian produktif, pertanian tidak produktif, tanah wakaf, dan tanah non-profit,” jelas Yoyok.
Ia juga menekankan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk tidak membebani masyarakat, dan pendapatan asli daerah (PAD) tidak seharusnya bergantung secara dominan pada pajak dari rakyat kecil. Selain itu, Yoyok berjanji akan memperkenalkan kebijakan baru yang lebih berpihak pada sektor pertanian, sehingga para petani dapat berproduksi dengan lebih optimal dan tidak terus-menerus dibebani pajak yang tinggi.
Sekretaris KTNA Kota Semarang, Anang, turut mengutarakan bahwa masalah NJOP menjadi salah satu isu utama yang banyak dikeluhkan oleh para petani. Ia berharap ke depan, ada kebijakan yang lebih berpihak kepada para petani, terutama mereka yang memiliki lahan yang sulit untuk diproduktifkan. Anang juga berharap ada klasifikasi yang lebih jelas antara lahan produktif dan non-produktif, sehingga pajak yang dikenakan lebih sesuai dengan kondisi lapangan.
“Ini sangat menjadi perhatian bagi para petani, terutama terkait mahalnya pajak tanah. Kami berharap ada perbedaan antara pertanian produktif dan tidak produktif, serta untuk perumahan, lahan hijau, dan lahan kuning, sesuai dengan kondisi lokasi, bukan hanya berdasarkan blok,” jelas Anang.
Selain itu, ia juga meminta perhatian lebih dari pemerintah bagi para petani konvensional. Menurut Anang, meskipun pemerintah saat ini sangat mendukung urban farming, pertanian konvensional sebenarnya memiliki manfaat yang lebih besar untuk masyarakat luas karena produksinya dalam skala besar.
“Kami berharap pertanian konvensional juga diperhatikan. Kami tidak menafikan adanya perhatian dari pemerintah, namun memang konsentrasi pemerintah saat ini lebih kepada urban farming. Padahal, pertanian konvensional memiliki manfaat yang lebih besar bagi masyarakat umum, karena skala produksinya lebih luas,” pungkasnya.
Dengan janji untuk memperbaiki kebijakan pajak dan mendukung pertanian konvensional, Yoyok Sukawi berharap dapat memenangkan hati para petani dan nelayan di Kota Semarang serta mewujudkan perubahan yang lebih baik untuk mereka.