Tajukpolitik – Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, mempertanyakan dalil hukum mengenai pencalonan Gibran Rakabuming Raka melanggar konstitusi yang dipertanyakan oleh saksi dari pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), dalam lanjutan sidang Perselisihan Hasil Pemilhan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (1/4).
Yusril merespon dalil yang disampaikan saksi ahli AMIN, yakni pakar hukum pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Bambang Eka Cahya.
Yusril melayangkan dua pertanyaan kepada Bambang, untuk memperjelas kedudukan perkara yang disoal mengenai keputusan KPU menerima pencalonan Gibran sebagai cawapres adalah pelanggaran konstitusi.
“Apakah saudara ahli tahu dan dapat membedakan antara sengketa proses dan sengketa hasil dalam pemilu? Apakah proses pencalonan itu termasuk sengketa hasil atau sengketa proses?” tanya Yusril.
“Jika penyelenggara negara itu tahu bahwa ada norma hukum yang lebih tinggi yang mengatur sesuatu, tapi ada juga norma hukum yang lebih rendah dan peraturan lebih rendah itu bertentangan dari yang lebih tinggi, dan yang lebih rendah itu secara formal masih berlaku, apa yang harus dia (KPU) lakukan jika dihadapkan situasi seperti itu?” sambungnya menyampaikan pertanyaan kedua.
Dalam jawabannya, Bambang pertama-tama menjelaskan soal kedudukan norma hukum yang saling bertentangan.
Di mana, Bambang menyebutkan prinsip penyesuaian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap norma hukum di tingkat atasnya apabila terjadi perubahan.
“Seharusnya norma yang lebih rendah menyesuaikan dengan norma yang lebih tinggi. Persoalannya adalah, kerangka hukum pemilu itu tidak cuma undang-undang, tapi juga Peraturan KPU. Dipertegas dalam Pasal 75 UU Pemilu, bahwa untuk melaksanakan Pemilu KPU harus membentuk Peraturan KPU dan Keputusan KPU,” jelas Bambang.
“Peraturan itu sebagaimana dimaksud adalah pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Dalam catatan ini, maka seharusnya KPU segera mengubah PKPU 19/2023, dan kemudian segera meminta kepada DPR dan pemerintah untuk mengadakan Rapat Dengar Pendapat. Karena itu adalah diamanatkan oleh UU 7/2017 Pasal 75 ayat 4,” tambahnya menjelaskan.
Sementara, menjawab pertanyaan kedua Yusril, Bambang menegaskan soal definisi sengketa proses pemilu dengan sengketa hasil pemilu, yang pada intinya berbicara soal lembaga yang berwenang menjalani langkah hukum dari dua jenis sengketa tersebut.