TajukPolitik – Pengamat politik Fernando Emas menilai koalisi besar akan sulit terwujud dikarenakan sikap ngotot dari PDIP yang tetap ingin mengusung kader internalnya sebagai capres.
Menurutnya, dengan sikap ngotot PDIP, Koalisi besar yang ingin digagas Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) dan Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB dinilai sulit terwujud.
“Saya melihat sangat sulit terwujud koalisi besar karena PDIP dan Gerindra masing-masing menginginkan kadernya yang akan diusung sebagai calon presiden,” kata Fernando, Senin,(17/4).
Fernando memprediksi jika PDI Perjuangan dan Partai Gerindra akan membuat poros masing-masing agar bisa mengusung kadernya sebagai calon presiden.
“Apalagi Ganjar Pranowo yang merupakan kader PDI Perjuangan dan Prabowo Subianto dari Partai Gerindra saling bersaing berdasarkan beberapa survei,” tegas Fernando.
Fernando menilai, bahwa sampai saat ini Ganjar Pranowo yang berpeluang diusung oleh PDI Perjuangan pada pilpres 2024 yang akan datang.
“Namun Megawati tetap melakukan kalkulasi sampai akhirnya membuat keputusan siapa calon presiden yang akan diusung,” tandasnya.
Smenetara itu pengamat politik Adi Prayitno menilai penjajakan koalisi besar yang disebut didalangi oleh Jokowi ini, memungkinkan berakhir hanya sebatas wacana .
Bukannya tanpa alasan, ia menilai hal tersebut bisa terjadi lantaran bukan hanya sejauh ini tak mengalami progres, namun bakal mengalami dinamika pada teknis menentukan calon presiden. Artinya koalisi hanya mentok pada level isu namun sulit untuk mempraktikkannya.
“Yang jadi perdebatan, yang menjadi rumit itu ketika siapa yang kira-kira akan jadi capres. Di situ rumit dan sangat potensial deadlock karena menyatukan banyak partai itu sama dengan menyatukan banyak kepentingan-kepentingan politik yang ada di dalamnya,” jelasnya di Jakarta, Senin (17/4/2023).
Menurut Adi, koalisi besar pada level wacana untuk menggabungkan lima partai pendukung pemerintah sangat realistis. Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tidak mengalami kendala karena memiliki kesamaan platform selaku partai pendukung pemerintah
“Pada konteks itu tidak ada perdebatan apapun,” ujarnya.
Sekalipun begitu, tak menutup kemungkinan penjajakan bakal berakhir buntu ketika intensitas komunikasi ditingkatkan untuk membahas siapa pasangan yang bakal diusung. Belum lagi ada upaya membuka ruang bergabungnya PDI Perjuangan yang diyakini bakal mengusung kader sebagai capres.
Kesulitan menentukan capres sejatinya bisa dibaca dari pergerakan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) yang hingga kini belum mendeklarasikan siapa pasangan yang bakal diusung. Padahal masing-masing koalisi sudah memenuhi ambang batas untuk mencalonkan.
KIB gabungan Golkar, PAN dan PPP selaku pelopor koalisi hingga kini belum solid menentukan capres. Malahan menyuarakan kandidat eksternal untuk diusung. Situasi serupa juga terlihat dari KIR yang hingga kini belum berani deklarasi capres.
Dengan demikian, sulit membayangkan kedua koalisi melebur menjadi satu untuk menghadapi Pemilu 2024. Pasalnya dibutuhkan figur capres yang dapat diterima seluruh pihak sebagai pengikat atau pemimpin koalisi.
“Kita tahu misalnya Gerindra harga mati Prabowo maju capres, Airlangga harga mati maju capres. Apalagi ada PDIP yang harga mati mengusung capres, PKB juga begitu,” jelas Adi.