TajukPolitik – Sebagai mitra koalisi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ikut menyambut baik putusan Mahkamah Agung yang menolak Peninjauan Kembali (PK) Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko, terkait Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) tentang kepengurusan
“Pertama, mengucapkan selamat pada Mas AHY dan Partai Demokrat atas keputusan MA,” kata Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, kepada Kantor Berita Politik RMOL melalui pesan singkat sesaat lalu, Kamis (10/8).
Menurut Mardani, putusan MA nomor 128 PK/TUN/2023 dengan pihak tergugat Menkumham Yasonna Laoly dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono itu menunjukkan bahwa Hakim MA bijak mengambil keputusan.
“Apresiasi MA yang bijak melihat konstruksi hukum secara utuh,” ujar anggota Komisi II DPR RI fraksi PKS ini.
Lebih lanjut, Mardani menilai, dengan ditolaknya PK Moeldoko tersebut, Partai Demokrat akan semakin leluasa dalam menghadapi Pemilu 2024.
PKS juga menilai dengan putusan MA tolak PK Moeldoko semakin menguatkan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
“Keputusan ini kian mengokohkan Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Tanda-tanda kemenangan sudah mulai tampak,” pungkasnya.
Mahkamah Agung (MA) menjelaskan alasan menolak permohonan peninjauan kembali atau PK yang diajukan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko terkait kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat.
“Bahwa novum yang diajukan pemohon PK tidak bersifat menentukan, sehingga tidak bisa menggugurkan pertimbangan hukum dari putusan kasasi,” kata Hakim Agung sekaligus Juru Bicara MA Suharto, di Gedung MA, Jakrta, Kamis (10/8/2023).
Suharto menyebut, permasalahan yang terjadi di setiap internal partai politik (parpol) seharusnya ditangani oleh Mahkamah Partai Demokrat.
Hal itu berdasarkan Pasal 32 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
“Sehingga merupakan masalah internal Partai Demokrat yang harus diselesaikan terlebih dahulu melalui Mahkamah Partai Demokrat sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Sampai saat gugatan a quo didaftarkan, mekanisme melalui Mahkamah Partai Demokrat belum ditempuh oleh penggugat,” kata Suharto.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara Rp 2.500.000.
“Amar putusannya; menolak PK dari para pemohon PK, menghukum para pemohon PK membayar biaya perkara pada PK sejumlah Rp 2,5 juta,” kata Suharto.