TajukPolitik – Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Gibran di wilayah Jawa Barat, Ridwan Kamil, menyebutkan istilah “Silent Majority” setelah pasangan calon (paslon) nomor urut 02 unggul dalam perhitungan cepat (quick count) Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Istilah “Silent Majority” tersebut disampaikan Ridwan Kamil melalui akun Instagram pribadinya (@ridwankamil). Dalam unggahannya, Ridwan menjelaskan sedikit terkait apa yang dimaksud “Silent Majority”.
“Pelajaran. “Silent Majority” sudah berbicara. Siapa mereka? Mereka yang menyimak, tetapi jarang komen. Mereka yang jarang ribut-ribut di media sosial tiap akun ini posting #politik,” kata mantan Gubernur Jawa Barat itu, dikutip Kamis (15/2).
Dalam unggahan yang sama, sosok yang akrab disapa Kang Emil ini mengatakan bahwa selama ini media sosial diramaikan oleh “Noisy Minority”. Menurutnya, “Noisy Minority” bukan ukuran realita yang sama di lapangan.
“Bulian atau ejekan di media sosial tidak pernah kami jawab. Cukup kami jawab dengan kerja-kerja terukur di lapangan,” ujar Kang Emil.
Menurut Merriam-Webster, “Silent Majority” adalah bagian terbesar dari populasi suatu negara yang terdiri atas orang-orang yang tidak terlibat aktif dalam politik dan tidak mengungkapkan pendapat politiknya di hadapan umum.
Berdasarkan definisi tersebut, “Silent Majority” merupakan pemilih yang memiliki preferensi politik tertentu, tetapi memilih untuk terdiam dan tidak menyatakan secara terbuka terkait pilihannya. Jika melihat dari fenomena yang terjadi di AS dan hasil quick count Prabowo, “Silent Majority” memberikan peluang bagi suatu pihak untuk memenangkan pemilihan.
Menurut jurnal yang dipublikasikan Economics Letters, “Silent Majority” dipopulerkan oleh Presiden Richard Nixon pada 1969 selama kampanye paruh waktu yang ia sebut sebagai “sekelompok besar orang Amerika konservatif” yang tidak mengungkapkan pendapat mereka secara terbuka.
Nixon mengatakan, “Silent Majority” ini berbeda dengan “pihak minoritas” yang secara aktif berdemonstrasi menentang perang Vietnam. Tidak hanya presiden ke-37 Amerika Serikat (AS) tersebut, presiden ke-45 AS, Donald Trump, juga memomulerkan “Silent Majority”.
Selama kampanye kepresidenan pada 2016, Trump kerap menggunakan istilah “Silent Majority” untuk menyapa para pendukungnya. Pada saat itu, “Silent Majority” bersikap diam, namun mereka menggunakan bilik suara untuk membuat suara mereka “didengar.”