Tajukpolitik – Aksi Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo berebut endorse Jokowi sangat aneh sekali. Keduanya seolah bangga dekat dengan presiden.
Padahal, data survei dari Litbang Kompas terbaru menunjukkan, hanya 18,1 persen responden yang bakal memilih sosok calon presiden (Capres) yang diendorse oleh Presiden Jokowi.
Persentase itu jauh dibanding dengan responden sebesar 32,6 persen yang memastikan tidak akan memilih Capres yang direkomendasikan oleh Jokowi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, Kamis (24/8).
“Temuan Litbang Kompas itu tak jauh beda dengan hasil survei sebelumnya. Hanya sedikit responden yang memilih Capres yang diendorse Jokowi,” ujar Jamiluddin, dalam keterangannya.
Jamiluddin juga menambahkan, ketika ada bakal Capres membangga-banggakan diendorse Jokowi, justru menunjukkan kualitas kepemimpinannya yang cenderung mengekor.
“Kalau terus berharap diendorse Jokowi, maka Ganjar dan Prabowo akan dinilai sebagai calon pemimpin pengekor. Pemimpin seperti itu tak layak memimpin Indonesia ke depan,” tegas Jamiluddin.
Jamiluddin menjelaskan dalam situasi nasional dan global yang terus dalam ketidakpastian, kata dia, tentu berbahaya bila Indonesia dipimpin sosok pengekor.
Indonesia butuh pemimpin mandiri dan kreatif, sehingga lebih adaptif dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa dan negara.
“Jadi, partai pengusung lebih baik memperlihatkan kapasitas dan kemandirian Capresnya, daripada seolah mengemis mendapat endorse Jokowi. Ciptakan kesan bahwa Capresnya bukan kaleng-kaleng dan sosok yang handal, kapasitasnya jauh melampaui Jokowi,” pungkas Jamiluddin.
Memang sejatinya, Indonesia butuh pemimpin yang tidak mengekor dari orang lain. Sebab, sebagai negara besar sudah saatnya Indonesia memiliki pemimpin yang berani, tangguh dan bisa menjadi diri sendiri.
Bukan hanya sekedar pengekor seperti yang diperlihatkan oleh Ganjar dan Prabowo kepada Jokowi.