Tajukpolitik – Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menilai tujuan Anies Baswedan untuk kebali mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI demi ikut kontestasi di Pilpres 2029.
Sebab sebelumnya Anies mencalonkan diri sebagai calon presiden dan pernah menjadi gubernur.
“Dimana menjadi calon presiden dianggap suatu prestasi yang meningkat. Namun situasi politik kita di seluruh Indonesia termasuk politik di daerah (Pilkada) sangat anomali, dan tidak bisa kita duga,” kata Emrus, melalui keterangan yang diterima, Selasa (18/6).
Alasannya basisnya adalah perhitungan kalah dan menang, dan bukan ideologi.
“Di situ persoalannya politik di Indonesia bahkan untuk seluruh pusat dan daerah,” ujar Emrus.
Kalau paslon berjuang untuk ideologis, kata Emrus, itulah yang ideal. Namun untuk mencapai persaingan yang ideal itu, bisa saja sebagai suatu strategi, seseorang memilih mundur selangkah artinya menjadi calon gubernur DKI Jakarta, untuk kemudian maju beberapa langkah untuk menjadi calon presiden di 2029 nanti.
“Itu juga menjadi salah satu strategi. Tetap tujuan akhirnya adalah untuk menjadi calon presiden,” tutur Emrus.
Di sisi lain, Emrus juga melihat, wacana Kaesang untuk maju di Pilkada, apabila ditarik ke belakang, terpilihnya putra Jokowi menjadi ketua PSI berdasarkan penunjukan bukan melalui proses politik pemilihan di partai yang dipimpinnya.
“Coba dicek, anggaran dasar rumah tangga mereka, proses kepemimpinan di sana apakah memang langsung penunjukkan. Yang menariknya adalah hanya hitungan jari menjadi kader, langsung menjadi ketua umum,” jelas Emrus.
Emrus menekankan hal tersebut pendidikan politik yang tidak baik. Alasannya seseorang yang bukan kader politik sama sekali, menjadi kader baru, langsung menjadi ketua umum. Itu dapat menimbulkan kecemburuan sosial di dalam partai tersebut.
“Kan dia belum memahami proses politik. Baru kemudian budaya politik, rekrutmen politik. Kalau politik itu dipersepsikan sebagai sesuatu yang mudah, dan lain-lain, saya kira saya tidak setuju,” ucap Emrus.
Politik filosofisnya adalah mengambil kebijakan di kota untuk kesejahteraan masyarakat kota, dan mengambil kebijakan pun tidak mudah, ada proses politik, studi kebijakan publik.
“Jadi kalau terlalu menggampangkan maka yang menjadi korban adalah rakyat,” pungkas Emrus.