TajukPolitik – Pengamat Politik Universitas Diponegoro (Undip) Wahid Abdulrahman menilai, PDIP sengaja tidak pecat status kadernya, Gibran Rakabuming Raka yang saat ini mendampingi Prabowo Subianto sebagai cawapres di Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Pasalnya, status Gibran yang masih dianggap kader PDIP itu nantinya bisa menjadi tiket masuk PDIP ke kursi pemerintahan, bila skenario terburuk terjadi, yakni Ganjar-Mahfud kalah.
“Hal ini lah yang kemudian dijaga dengan mengambil jalan tengah. Ya Mas Gibran dalam tanda kutip ‘diambangkan’ ketika nanti yang jadi pemenangnya Pak Prabowo, PDIP masih punya jalan untuk masuk menjadi bagian dari kekuasaan,” tutur Wahid melalui sambungan telepon, Jumat (27/10/2023).
Wahid menilai, sebagai partai yang sering disebut terbesar oleh berbagai lembaga survei, PDIP sangat berhati-hati mengambil sikap terhadap kadernya yang merupakan putra sulung Presiden Jokowi.
Dengan peluang kemenangan yang terbilang cukup tinggi, PDI-P khawatir bila hasil pilpres 2024 nanti bakal terpengaruh oleh isu Gibran bila mereka salah menentukan langkah tegas bagi Wali Kota Solo itu.
Artinya jika PDI-P menang, ketua DPR RI akan dipegang oleh PDI-P. Sehingga posisi PDI-P akan semakin besar daya tawarnya. Itu yang pertama,” lanjutnya.
Kemudian, PDI-P merasakan 10 tahun di luar pemerintahan pada 2004-2014. Lalu 10 tahun berikutnya di dalam pemerintahan itu dirasa lebih menguntungkan.
Kendati demikian, di saat bersamaan, Wahid menilai Prabowo dan Gibran membutuhkan PDI-P untuk memenangkan dirinya. Terlebih mengingat PDI-P memiliki elektabilitas yang menjanjikan.
“Pak Prabowo dan Mas Gibran juga butuh PDI-P, kenapa? karena partai pemenang, pasti dalam kontelasi pemerintahan akan sangat sulit ketika ketua DPR-nya dipegang partai di luar pemerintah. Konsolidasi program akan sangat sulit,” bebernya.
Kondisi kedua pihak yang saling membutuhkan ini jelas berbeda perlakuan antara Gibran dengan kader lainnya seperti Budiman Sudjatmiko.
Menurut Wahid, PDI-P sebagai partai yang dikenal berdisiplin tinggi itu justru memilih membiarkan situasi ini terjadi demi membuat jaring pengaman untuk 2014-2029 nanti.
“Karena ada kemungkinan jika diambil sikap tegas, justru menguntungkan pasangan Prabowo-Gibran. Diberhentikan dengan tidak hormat itu kan menciptakan efek kurang positif. Jadi diambangkan saja,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, kondisi serupa pernah terjadi pada Pemilu 2004 saat Wiranto diusung Partai Golkar sebagai capres.
Tapi di sini lain Ketua Umum Golkar, Jusuf Kalla menjadi cawapres Susilo Bambang Yudhoyono di kubu yang berbeda. Sehingga saat SBY menang, Golkar tetap memiliki tiket ke pemerintahan.