TajukPolitik – Direktur Eksekutif Trias Politika Agung Baskoro menilai bahwa koalisi yang dipimpin PDI Perjuangan kurang koordinasi dan tertekan jelang Pemilu 2024.
Koalisi pengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD itu disebutnya masih belum bisa mengimbangi narasi perubahan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan narasi keberlanjutan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Agung menyebut hal tersebut ditunjukkan oleh pernyataan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang ingin membuka komunikasi dengan tim Anies-Baswedan karena merasakan “tekanan.” Agung menilai mesin partai pengusung Ganjar-Mahfud belum optimal sehingga terjadi penurunan elektabilitas.
“Penurunan elektabilitas secara signifikan karena belum optimalnya mesin politik partai dalam menciptakan narasi baru di tengah wacana perubahan yang digaungkan Anies-Muhaimin dan keberlanjutan yang dibawa Prabowo-Gibran,” kata Agung, Minggu (26/11).
Agung pun menyebut kurangnya koordinasi pengusung Ganjar-Mahfud ditunjukkan pernyataan bertentangan yang dilontarkan Ganjar dan Mahfud belakangan ini. Pasangan capres-cawapres itu sempat memberi pernyataan bertentangan terkait penegakan hukum di era Presiden Joko Widodo.
“Mengemuka disharmoni dan miskoordinasi duet Ganjar-Mahfud saat merespon isu-isu aktual soal hukum,” kata Agung.
“Misalnya ketika Ganjar memberikan penilaian skor 5 di bidang hukum yang notabene Menteri Hukum dan HAM berasal dari kader PDI-P dan cawapresnya adalah seorang Menko Polhukam,” lanjutnya.
Sebelumnya, Hasto mengaku pihaknya menjalin komunikasi dengan tim Anies-Muhaimin karena paslon dari Koalisi Perubahan itu “merasakan tekanan yang sama.” Namun, Muhaimin Iskandar menegaskan komunikasi seperti demikian belum terjalin.
Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza mengatakan, tingkat keterpilihan Ganjar semakin menurun akhir-akhir ini, sesuai catatan beberapa lembaga survei. Khususnya pascamemberi rapor merah penegakan hukum di era pemerintahan Presiden Jokowi.
“Jika blunder ini diteruskan, diyakini Ganjar akan terus mendapatkan sentimen negatif publik, berupa penurunan elektabilitasnya. Dan bahkan potensi tak lolos putaran pertama Pilpres 2024,” ujar Efriza kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (23/11).
Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang (Unpam) itu menilai, kritik Ganjar atas penegakan hukum pemerintahan Jokowi dititikberatkan kepada permasalahan di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Inilah penilaian blunder dari penegakan hukum, apalagi jika hanya mengoreksi putusan MK, sementara Jokowi adalah produk PDIP, dan Mahfud adalah Menko Polhukam yang diendorse Jokowi untuk Ganjar,” tuturnya.
Maka dari itu, Efriza memandang kritik Ganjar semata-mata karena kecewa MK bisa disetir untuk memuluskan langkah putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo Subianto.
“Jika semangatnya mengoreksi pemerintah atas putusan MK karena memuluskan Gibran, kenapa Mahfud yang jadi cawapresnya (Ganjar) tak berani untuk memilih mundur saat awal tragedi ini,” sindirnya.