TajukPolitik – Sejumlah pengamat mengomentari pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang mengungkap kejengkelannya kepada pemerintah yang dinilai telah bertindak sewenang-wenang menjelang Pilpres 2024.
Para pengamat menilai kejengkelan Megawati hanya mencari perhatian (caper) dari publik. “Caper saja itu,” ujar Jerry Massie, Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) kepada Harian Terbit, Senin (27/11).
Jerry memberi alasan terkait Megawati hanya cari perhatian, karena kejengkelan Megawati hanya baru-baru ini saja. Ketika Jokowi terlihat menjauh dari PDIP.
Padahal sebelumnya banyak kebijakan Jokowi yang tidak berpihak ke rakyat, tapi Megawati diam saja, seperti tidak terjadi apa- apa. Padahal Megawati mengaku PDIP adalah partainya wong cilik.
“Kenapa baru sekarang menunjukkan sikap sekan-akan pro rakyat padahal waktu harga BBM naik, harga minyak goreng naik, diam saja,” paparnya.
Menurutnya, mungkin saja saat ini Jokowi tak sepaham dan sejalan untuk mengusung Ganjar. Oleh karena itu muncul gaya sandiwara menunjukkan pada publik bahwa Megawati marah dengan menyebut kebijakan tak memihak pada rakyat. Oleh karena itu yang dilakukan Megawati terkesan lebih ke arah gimmick politik.
“Atau disisi lain Mega masih berpikir Jokowi masih kader PDIP dan dia adalah petugas partai Jadi wajar jika Mega marah besar terhadap kebijakan Jokowi,” paparnya.
Terkait Megawati Soekarnoputri menyebut penguasa saat ini seperti Orba, Jerry menilai sangat aneh. Karena saat ini Megawati masih dalam kekuasaan bersama Jokowi.
Apalagi selain ada 7 menteri dari PDIP yang masih di pemerintahan Jokowi, Megawati juga masih duduk di lembaga BPIP dan BRIN. Oleh karena itu pada dasarnya Megawati masih satu perahu dengan Jokowi.
“Jadi dia (Megawati) masih dalam satu kekuasaan. Jadi Megawati ngomong Orba lari dari konteks,” tandasnya.
Peneliti senior dari Institute for Strategic and Development (ISDS) Aminudin mengatakan, dalam dunia nyata, potensi konflik yang tajam dan mematuhi lebih banyak didominasi dengan orang dekat sendiri.
Aminudin pun mengilustrasikan dengan penemuan kerangka manusia di suatu rumah di Blitar, Jawa Timur, November 2023 yang ternyata pembunuhnya suaminya sendiri. Dan masih banyak kasus serupa lainnya.
Begitu pula dalam politik. Bagaimana konflik internal PDI antara Kubu Megawati dan Soerjadi pada tahun 1990-an sangat berdarah-darah. Jadi konflik Megawati vs Jokowi bisa jadi sangat serius karena manuver Jokowi menjadikan anaknya sebagai Ketua Umum PSI. Apalagi menyebar baliho PSI begitu massif sama saja menggembosi PDIP,” jelasnya.
Aminudin memaparkan, jika diteliti berita media massa saat ini pasti berkesimpulan upaya Jokowi menggusur Megawati dari jabatan ketua umum PDIP sudah berlangsung sejak kongres Bali 2015. Tapi gagal, karena Jokowi bahkan tidak diberi kesempatan memberi sambutan.
Tapi oposisi setelah pemilu 2014 pimpinan partainya tidak cerdas memanfaatkan celah retakan internal koalisi rezim Jokowi sehingga rezim Jokowi tetap bertahan hingga aaat ini.
“Tetapi jika oposisi khawatir hanya gimmick, sebaiknya oposisi di parlemen didorong untuk menggelindingkan skandal rezim Jokowi. sekarang bisa kasus kereta cepat China, mafia minyak atau pemindahan ibu kota atau lainnya sebagai pintu pemakzulan Jokowi,” tandasnya.