TajukNasional Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Barat Daya untuk mendiskualifikasi pasangan Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw dari kontestasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur 2024 menuai kontroversi. Kebijakan yang tercantum dalam Surat Keputusan KPU PBD Nomor 105 Tahun 2024, tertanggal 4 November 2024, ini menggantikan keputusan sebelumnya yang mengesahkan mereka sebagai calon dengan nomor urut 01. Keputusan tersebut diambil hanya tiga minggu menjelang pemungutan suara, sehingga menjadi sorotan publik dan memancing kritik luas.
Keputusan KPU tersebut membuat pasangan Abdul Faris Umlati-Petrus Kasihiw melalui tim advokasi Badan Hukum dan Pengamanan Partai (BHPP) DPP Partai Demokrat, yang dipimpin oleh Dr. Heru Widodo, SH., M.Hum, segera mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA). Langkah ini diambil karena tim advokasi menilai keputusan KPU bertentangan dengan prosedur dan aturan yang berlaku.
Empat Alasan Keberatan Paslon Nomor Urut 01
Kuasa hukum pasangan calon, Dr. Muhajir, SH., MH., menyebutkan empat alasan mengapa mereka menggugat keputusan KPU. Pertama, Abdul Faris Umlati sebagai Bupati Raja Ampat tidak melakukan mutasi jabatan, melainkan hanya menunjuk Pelaksana Tugas (Plt) untuk Kepala Distrik dan Kepala Kampung yang telah lama kosong atau bermasalah dalam pengelolaan dana desa. Kedua, sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, penunjukan Plt tidak memerlukan izin dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri), yang berbeda dari ketentuan mutasi jabatan.
Ketiga, berdasarkan Surat Edaran Mendagri, penunjukan Plt untuk Kepala Distrik dan Kepala Kampung memang tidak memerlukan izin, sehingga tindakan yang diambil Abdul Faris sudah sesuai prosedur. Keempat, Papua Barat Daya merupakan provinsi baru yang belum memiliki pejabat petahana. Dengan demikian, Abdul Faris yang merupakan Bupati Raja Ampat tidak dapat dianggap sebagai petahana dalam pilkada di provinsi ini.
Proses di Bawaslu Dianggap Tidak Sesuai Aturan
Menurut Dr. Muhajir, keputusan KPU PBD didasarkan pada rekomendasi Bawaslu yang dinilai tidak sesuai dengan Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2020. Pasal 23 dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa Bawaslu harus menindaklanjuti atau tidak menindaklanjuti laporan dalam waktu tiga hari setelah laporan diregistrasi. Namun, rekomendasi Bawaslu terkait dugaan pelanggaran administrasi baru muncul jauh melewati batas waktu tersebut, yaitu pada 28 September 2024.
Muhajir juga menyayangkan bahwa pihaknya tidak diberi kesempatan yang cukup untuk membela diri dalam proses pemeriksaan di Bawaslu. Kesempatan untuk mengajukan bukti dan menghadirkan saksi ahli yang mendukung posisi Abdul Faris dianggap tidak diberikan secara memadai, yang mencederai prinsip pemeriksaan yang adil.
Langkah Advokasi dan Dukungan dari Partai Demokrat
Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), turut memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini. AHY menyatakan kekhawatirannya bahwa keputusan diskualifikasi ini dapat mengganggu agenda Pilkada serentak nasional pada tahun 2024.
Dalam advokasi ini, pasangan Abdul Faris Umlati-Petrus Kasihiw didampingi oleh tim kuasa hukum dari BHPP DPP Partai Demokrat, termasuk Muhajir dan Jimmy Himawan, serta sejumlah advokat eksternal seperti Heru Widodo, Novitriana Arozal, Dhimas Pradana, Aaan Sukirman, Fardiaz Muhammad, Benediktus Jombang, Kariadi, Yohanes Akwan, Muhamad Rizal, dan Agustinus Jehamin.
Dengan langkah hukum ini, pasangan Abdul Faris Umlati berharap agar Mahkamah Agung segera mengoreksi keputusan KPU PBD demi keadilan dan kepastian hukum dalam Pilkada Papua Barat Daya.