Tajukpolitik – Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, mengatakan Presiden Jokowi tidak lagi mengganggpi Nasdem dalam koalisi pemerintahan.
Hal tersebut ia sampaikan menanggapi respon partainya yang tidak diundang oleh Jokowi dalam pertemuan para Ketua Umum partai politik koalisi pemerintah.
Paloh menilai Nasdem dianggap sudah tidak sejalan dengan keinginan Presiden Jokowi.
“Saya bisa pahami itu pasti Pak Jokowi menempatkan positioning beliau barangkali sebagai pemimpin koalisi partai-partai pemerintahan ya dan beliau tidak menganggap lagi Nasdem ini di dalam koalisi pemerintahan, untuk sementara,” tegas Paloh di Wisma Nusantara, Jakarta Pusat, Jumat (5/5).
Paloh menganggap santai soal pertemuan dengan Kepala Negara itu. Namun, Nasdem tetap berkomitmen mengawal pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin sampai akhir masa jabatan.
“Tetap berkomitmen dukung,” tegas Paloh.
Sebelumnya, Pengamat politik dan akademis Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menjelaskan hal tersebut terlihat dari tidak diundangnya NasDem oleh Jokowi ke acara silaturahmi Lebaran bersama partai politik (parpol) pendukung pemerintah.
“Ya saya melihatnya Nasdem sudah tidak dianggap lagi. Nasdem sudah bukan menjadi koalisi pemerintahan Jokowi lagi karena tidak diundang itu pernyataan yang keras dan tegas dari Jokowi walaupun Nasdem masih mengisi kursi kabinet di pemerintahan Jokowi,” jelas Ujang.
Tidak diundangnya Nasdem oleh Jokowi mempertegas keretakan hubungan antara Jokowi dengan Nasdem. Ujang menilai hal tersebut disebabkan lantara pilihan politik Nasdem yang mendukung Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) 2024.
“Belum lagi pernyataan Jokowi bahwa Nasdem bukan bagian dari koalisi menandakan bahwa Nasdem sudah tidak dianggap lagi dalam pemerintahan Jokowi,” jelasnya.
Menurut Ujang, kalau alasannya berkoalisi baru dengan PKS dan Demokrat, partai lain juga sudah berkoalisi. Artinya Golkar dengan PAN sudah berkoalisi, lalu ada juga Gerindra dan PKB sudah berkoalisi.
“Mungkin tidak diundang karena Nasdem sudah tidak satu barisan lagi dengan kelompok Jokowi. Artinya Nasdem berkoalisi dengan pihak oposisi yaitu Demokrat dan PKS. Selain itu juga mengusung Anies yang tidak disukai rezim saat ini,” kata Ujang.
Ujang menilai sikap Jokowi tersebut sedikit aneh. Sebagai kepala negara tidak semestinya Presiden membangun sekat antara pendukung dan oposisi.
Apalagi Nasdem merupakan salah satu partai yang sudah sangat dekat dan loyal mendukung Jokowi sejak 2014.
“Mestinya merangkul bukan memukul, mestinya bersatu bukan berseteru. Jokowi harusnya membebaskan saja Nasdem untuk mendukung siapapun. Tapi itulah politik ketika beda kepentingan, beda dukungan,” pungkas Ujang.