Tajukpolitik – Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hampir mustahil lolos ke parlemen karena berdasarkan hitung cepat yang dilakukan oleh lembaganya maupun lembaga survei lain menunjukkan perolehan suara PSI masih jauh dari 4 persen.
“Terus terang berdasarkan quick count kami, Indikator maupun semua lembaga survei yang melalui quick count, kami menemukan temuan yang sama. Bahwa PSI secara statistik hampir mustahil untuk lolos ke parlemen atau parlementiary treshold (PT). Karena temuannya itu range-nya (suara PSI) antara 2,6 sampai 2,8 persen,” kata Burhanuddin dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia yang dilansir siaran YouTube Indikator Politik Indonesia pada Kamis (29/2).
“Nah pertanyaan berikutnya adalah, apa yang menyebabkan efek Jokowi tidak dialami oleh PSI,” tambah Burhanuddin.
Burhanuddin lantas menjelaskan sejumlah sebab yang kemungkinan menjadi faktor masih rendahnya perolehan suara PSI dalam pemilu kali ini.
Pertama, berdasarkan survei sebelum pemilu hanya 60 persen responden yang mengenal PSI.
Lalu dari jumlah yang kenal itu mayoritas merupakan masyarakat kelas menengah ke atas. Sementara itu, basis pemilih Presiden Joko Widodo cenderung berasal dari masyarakat menengah ke bawah.
“Jadi kita temukan satu indikasi, bahwa basis Pak Jokowi kelas menengah bawah itu tidak tahu PSI, juga tidak tahu bahwa Kaesang (putra bungsu Jokowi) menjadi Ketua Umum PSI. Itu yang menyebabkan efek Pak Jokowi menjadi kurang maksimal terhadap PSI,” ungkap Burhanuddin.
Selain faktor PSI tidak dikenal pemilih, menurut Burhanuddin, Jokowi effect berlaku secara menyebar dalam konteks pemilu legislatif Sebab parpol-parpol koalisi pemerintah umumnya menjual sosok Jokowi saat kampanye di media massa.
“Lihat itu di basis Gerindra, di basis Golkar, di basis PAN, bahkan di basis PKB sekalipun itu banyak mereka yang mendukung Pak Jokowi yang memilih partai-partai tadi. Jadi intinya PSI tidak berhasil memonopoli coattail effect atau popularitas Pak Jokowi,” jelas Burhanuddin.
“Lihat iklan Golkar itu, iklan Golkar itu lebih banyak pak Jokowinya dibanding elite lainnya. Pak Jokowi dijual-jual di iklan Golkar di tivi itu. Kemudian PAN jualan Pak Jokowi. Gerindra beberapa kali iklannya Pak Prabowo dengan Pak Jokowi,” tambahnya.
Meski demikian, Burhanuddin mengakui jika iklan PSI banyak yang menampilkan Jokowi. Namun, itu tetap tidak menyentuh kelas menengah bawah yang merupakan basis pendukung Jokowi.
“Itu yang menurut saya kurang begitu ditarget oleh PSI. Kemudian mesin darat PSI lemah. Jadi kalau kampanye di udara saja tetapi tidak diturunkan ke tingkat bawah orang jadi sulit mengetahui PSI ini partai siapa dan aspirasinya seperti apa,” kata Burhanuddin.