TajukPolitik – Pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai, ada sejumlah alasan yang membuat paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tetap memiliki elektabilitas tinggi meski jarang kampanye.
Pertama, dari sisi infrastruktur mesin politik, paslon ini lebih unggul dibandingkan dua paslon lainnya, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Terutama dari sisi pergerakannya yang dinilainya lebih agresif bergerak.
“Secara postur kekuatan juga memang relatif lebih besar,” kata Umam saat dihubungi, Jumat (15/12).
Hal ini, kata dia, tidak terlepas dari jumlah partai politik yang mendukung paslon ini, yang mencapai sembilan parpol. Kesembilannya yaitu Gerindra, Golkar, Partai Amanat Nasional dan Partai Demokrat.
Kemudian, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelora, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima)
“(Mereka) punya 45 persen, lalu disusul (pasangan) nomor urut 1 punya 29 persen. Lalu terakhir nomor urut 3 dengan kekuatan mesin partai politik dengan basis kursi di parlemen sekitar 25 persen. Gapnya berarti cukup besar,” tutur Umam.
Umam mengatakan, pasangan Prabowo-Gibran juga di-backup jaringan relawan. Salah satunya, kelompok relawan pendukung Presiden Joko Widodo yang pada Pemilu 2019 lalu turut memenangkan mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
“Sehingga kemudian efek dominonya juga lebih besar,” kata Umam.
Faktor kedua yang membuat elektabilitas Prabowo-Gibran tinggi adalah efek dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Berkali-kali, Prabowo mengatakan bahwa ia akan melanjutkan program-program Jokowi dan merupakan bagian dari “tim Jokowi”.
“Mereka (kubu Prabowo-Gibran) enggak perlu kampanye lebih banyak, karena kubu nomor urut 1 narasinya kontra, kubu nomor urut 3 narasinya agak gamang. Di satu sisi bersikap kritis, di sisi lain bersikap pro terhadap keberlanjutan,” kata Umam.
“Relatif lebih mudah bagi publik untuk mencerna bahwa keberlanjutan Jokowi itu lebih konsisten terlihat di kubu 02,” kata pengamat politik dari Universitas Paramadina itu.
Tidak turunnya Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dan Gibran sebagai Wali Kota Surakarta, menurutnya, juga merupakan strategi yang menguntungkan mereka.
Misalnya, ketika Gibran salah mengucapkan “asam folat” menjadi “asam sulfat”.
“Maka dengan tidak mundur dari jabatan, (jarang kampanye) digunakan sebagai strategi mereka untuk meminimalisir potensi error,” ucap Umam.
Namun demikian, Umam menilai, kubu Prabowo-Gibran juga tetap perlu lebih intens lagi untuk kampanye.
“Kalau mereka sifatnya hanya take for granted seperti saat ini, kampanye terbatas, ngomong terbatas, ini berpotensi memunculkan dua ancaman,” kata Umam.
Pertama, tidak bisa memenangkan Pilpres 2024 satu putaran seperti yang mereka harapkan selama ini.
Kedua, memberikan ruang kepada capres-cawapres lain yang lebih agresif dalam menjalankan mesin infrakstruktur pemenangan.
Terbaru, dalam survei Litbang Kompas, Prabowo-Gibran berada di urutan pertama dengan perolehan elektabilitas 39,3 persen, sedangkan pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 16,7 persen dan pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan 15,3 persen.