“Kalau diatur di UU LLAJ, banyak hal penting yang malah bisa tak tersentuh. Karena itu, perlu undang-undang tersendiri agar semua persoalan—baik dari sisi pengemudi maupun aplikator—terakomodasi,” jelasnya.
Meski belum masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2025, Lasarus menyatakan Komisi V sudah menyiapkan langkah cepat. Penyusunan naskah akademik sebagai landasan RUU sudah berjalan dan akan segera diajukan ke Badan Legislasi DPR RI.
Setelah rampung, naskah akan diserahkan ke pimpinan DPR dan dibawa ke Rapat Paripurna agar RUU Angkutan Online bisa masuk dalam daftar prioritas pembahasan nasional.
Langkah DPR ini juga merupakan respons atas keluhan masif para pengemudi angkutan online, terutama terkait sistem potongan yang memberatkan, minimnya jaminan sosial, serta hubungan kerja yang tidak setara antara mitra dan aplikator.
Komisi V menilai bahwa UU khusus adalah satu-satunya jalan agar transportasi online memiliki kepastian hukum, keadilan ekonomi, dan perlindungan sosial yang layak.
“Kita ingin ekosistem ini tumbuh sehat, adil, dan berpihak pada para pengemudi yang selama ini jadi tulang punggung transportasi digital di Indonesia,” pungkas Lasarus.