Lebih lanjut, Marwan Cik Asan meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sektor perbankan untuk ikut terlibat aktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, khususnya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung masyarakat NTT.
“Kita perlu dorong kredit yang murah dan mudah diakses oleh pelaku UMKM. Jika ini dilakukan bersamaan dengan kebijakan fiskal dan moneter yang tepat, dampaknya akan sangat besar bagi pengurangan kemiskinan,” katanya.
Ia memaparkan bahwa saat ini pendapatan per kapita masyarakat NTT hanya sekitar Rp25 juta per tahun, jauh tertinggal dibanding rata-rata nasional yang telah mencapai Rp78 juta. Tanpa kebijakan luar biasa, ia khawatir NTT akan tertinggal semakin jauh dalam satu dekade mendatang.
“Kalau intervensi tidak dilakukan dari sekarang, kita hanya akan melihat NTT sebagai daerah yang stagnan, sementara ketimpangan nasional semakin lebar,” ujarnya.
Meski mengapresiasi perkembangan kawasan Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata internasional, Marwan menilai pembangunan harus merata dan tidak hanya terkonsentrasi di kawasan tertentu. Ia mendorong agar program nasional juga menyentuh kabupaten dan kota lain di luar wilayah strategis.
“Kita harus perluas jangkauan pembangunan agar seluruh masyarakat NTT bisa merasakan manfaat yang setara. Jangan sampai hanya Labuan Bajo yang maju, sementara daerah lainnya tertinggal,” tutupnya.