Komisi VI DPR mendesak agar proses pelepasan hak tagih oleh BUMN terkait seperti Brantas Abipraya, Waskita Karya, dan Wijaya Karya dapat diselesaikan tepat waktu. Hal ini dianggap penting agar pembayaran termin pertama kepada para kreditur dapat segera dilaksanakan.
Andre menambahkan, peran aktif Kementerian BUMN sebagai koordinator utama sangat krusial untuk menyelesaikan masalah ini secara sistematis, sesuai prinsip good corporate governance.
Wamen BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengonfirmasi bahwa sejumlah BUMN telah menyatakan kesediaannya untuk melepaskan hak tagih, sebagai bentuk empati terhadap kreditur eksternal yang terdampak langsung.
“Surat resmi dari BUMN telah kami sampaikan kepada hakim pengawas. Ini adalah bentuk solidaritas antar-lembaga negara untuk mendahulukan pihak-pihak yang paling dirugikan,” ujar Kartika.
Ia juga menyebut Kementerian BUMN tengah menyusun kebijakan nasional mengenai pelepasan piutang antar-BUMN sebagai respon terhadap dinamika kepailitan di lingkungan BUMN, yang akan diajukan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk disetujui sebagai dasar hukum nasional.
Dengan total kewajiban mencapai Rp1,15 triliun, di mana sekitar 70 persen utang berasal dari kreditur eksternal non-BUMN, Komisi VI DPR RI memandang penting untuk menjadikan penyelesaian ini sebagai preseden bagi reformasi kebijakan kepailitan di tubuh BUMN.
“Proses ini akan menjadi batu uji penting, apakah negara benar-benar berpihak kepada masyarakat kecil dan dunia usaha yang selama ini menjadi mitra kerja BUMN,” tegas Andre, politisi dari Fraksi Partai Gerindra.
Komisi VI juga menekankan pentingnya penguatan sistem pengawasan dan percepatan RUPS di tiap BUMN untuk menyetujui pelepasan tagihan secara resmi. Kurator pun tengah merampungkan langkah penilaian dan pelepasan aset agar nilai likuidasi optimal dapat dikembalikan kepada para kreditur.