TAJUKNASIONAL.COM Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa industri sawit masih menjadi salah satu penopang utama perekonomian Indonesia sekaligus motor transisi energi bersih. Hal ini terlihat dari kuatnya kinerja ekspor sawit yang terus menopang surplus perdagangan nasional.
Hingga September 2025, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus US$4,34 miliar. Ekspor sawit mencapai 28,55 juta ton dengan devisa sekitar US$27 miliar, menjadikan sektor ini tetap strategis di tengah perlambatan ekonomi global.
Airlangga menyampaikan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia tercermin dari pertumbuhan kuartal III-2025 yang mencapai 5,04%. Sektor manufaktur, perdagangan, dan pertanian menjadi kontributor terbesar, sementara investasi menyentuh Rp1.434,3 triliun dan inflasi stabil di 2,86%. Pemerintah, katanya, terus menjalankan kebijakan counter-cyclical guna menjaga momentum pemulihan ekonomi.
Baca Juga: Kelas Menengah Jadi Pilar Perekonomian, Demokrat Dorong Pemerintah Jaga Daya Beli
Saat membuka 21st Indonesian Palm Oil Conference and 2026 Price Outlook di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/11/2025), Airlangga mengatakan kinerja industri sawit masih solid. “Industri sawit tetap menjadi pilar ekonomi terpenting Indonesia. Surplus perdagangan kita hingga September banyak ditopang minyak sawit,” ujarnya.
India dan China disebut masih menjadi pasar utama, sementara Jepang dan Selandia Baru menunjukkan peningkatan permintaan. Di dalam negeri, harga tandan buah segar (TBS) stabil di kisaran Rp3.000 per kilogram, memberikan keuntungan bagi produsen dan petani.
Untuk memperkuat daya saing global, pemerintah mendorong penerapan penuh sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan tengah menyiapkan sistem informasi terintegrasi untuk validasi, sertifikasi, dan pelacakan produk secara real-time. “Sistem ini meningkatkan transparansi dan daya saing global industri sawit,” kata Airlangga.
Pemerintah juga memasukkan sawit dalam agenda energi bersih. Program biodiesel B40 akan ditingkatkan menjadi B50 pada semester II-2026, diikuti pengembangan sustainable aviation fuel (SAF) berbasis sawit dalam 2–3 tahun mendatang untuk mendorong hilirisasi dan penciptaan nilai tambah nasional.
IKUTI BERITA TERBARU TAJUK NASIONAL, MELALUI MEDIA SOSIAL KAMI



