TAJUKNASIONAL.COM Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa pemerintah akan meninjau langsung tingkat kerusakan di kawasan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, setelah rangkaian bencana banjir bandang dan longsor melanda wilayah tersebut pada akhir November 2025.
Kawasan ini kembali menjadi sorotan karena kerentanan ekosistemnya yang semakin menurun, seiring meningkatnya kejadian hidrometeorologi ekstrem di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.
“Insyaallah hari Kamis (4/12) besok saya akan langsung turun ke lapangan untuk melihat Batang Toru itu seperti apa kerusakannya. Harus ada yang bertanggung jawab atas kerusakan ini,” ujar Hanif dalam acara Peluncuran Dana Inovasi Teknologi dan Kajian Solusi Berketahanan Iklim di Gedung Bappenas, Jakarta, Selasa (2/12).
Hanif menjelaskan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru yang memiliki luas 340 ribu hektare memiliki karakter lanskap berbentuk huruf V.
Wilayah Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan berada pada titik-titik sensitif di dalam struktur lanskap tersebut.
Menurutnya, tanpa keberadaan hutan yang memadai pada lereng-lereng DAS, potensi bencana tidak bisa dihindari.
“Kita dapat bayangkan apa yang terjadi kalau di lereng-lerengnya tidak ada lagi hutan yang menyangga kehidupan di Batang Toru tersebut. Dan inilah yang terjadi,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa bagian hulu DAS Batang Toru kini banyak berubah menjadi area budi daya tanaman basah dan kering, padahal seharusnya kawasan tersebut berupa hutan.
Data kementerian menunjukkan bahwa kapasitas tutupan hutan hanya tersisa 38 persen di bagian hilir, sehingga tidak mampu menahan curah hujan ekstrem yang mencapai 300 mm pada 24–25 Oktober 2025.
Baca Juga: Satgas PKH Telusuri Dugaan Illegal Logging di Balik Banjir Bandang Aceh, Sumut, dan Sumbar
Situasi diperburuk oleh aktivitas pembukaan lahan untuk pembangkit listrik tenaga air, hutan tanaman industri, serta perkebunan sawit.
Aktivitas tersebut menyebabkan turunnya gelondongan kayu dalam jumlah besar, memicu kerusakan tambahan pada aliran sungai dan kawasan sekitar.
Hanif juga menguraikan bahwa curah hujan ekstrem—300 hingga 400 mm per hari—telah memicu longsor dan banjir bandang di berbagai daerah.



