Menko AHY juga menggarisbawahi pentingnya menjembatani teknologi global dengan kebutuhan lokal.
“Kita tidak hanya butuh inovasi yang cepat, tetapi juga distribusi yang adil. Teknologi harus dirancang bersama komunitas, bukan hanya dibawa dari luar,” lanjutnya.
Dalam konteks kerja sama regional, AHY mendorong transformasi ASEAN dari forum konsensus menjadi platform pemecahan masalah. Ia mengajak Amerika Serikat sebagai mitra strategis lama untuk meningkatkan keterlibatan dalam proyek infrastruktur berkelanjutan di kawasan.
“Sebagai negara demokrasi terbesar keempat di dunia dan jembatan alami antara Asia, Afrika, dan Pasifik, Indonesia siap membantu membentuk agenda pembangunan yang tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga adil. Kemakmuran harus inklusif, dan keberlanjutan harus mencerminkan realitas Asia Tenggara — tempat ketahanan dibangun bukan hanya di ruang rapat, tapi juga di ladang, desa, pesisir, dan ekonomi informal,” ujarnya.
Mengakhiri pidatonya, AHY mengapresiasi Universitas Stanford sebagai pusat inovasi global yang dapat menjembatani riset dan kebijakan, serta memperkuat kolaborasi antara Asia Tenggara dan dunia.
Pada forum ini turut hadir Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono; Wakil Ketua MPR, Edhie Baskoro Yudhoyono; Peneliti Tamu di Precourt Institute, Gita Wirjawan; Direktur Hoover Institution dan mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Dr. Condoleezza Rice; dan Dekan Stanford Doerr School of Sustainability, Dr. Arun
IKUTI BERITA TERBARU TAJUK NASIONAL, MELALUI MEDIA SOSIAL KAMI