Di sisi kelembagaan, Kemenekraf bersama Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) sebagai panduan pembentukan Dinas Ekonomi Kreatif di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Riefky menambahkan bahwa peningkatan literasi bisnis juga menjadi fokus utama, mengingat rendahnya pemahaman pelaku ekonomi kreatif terhadap sistem pembiayaan. “Masalahnya bukan hanya pada pendanaan, tapi juga pada literasi keuangan, regulasi, dan investasi. Banyak pelaku belum bankable, dan aset mereka bersifat tak berwujud sehingga sulit dijadikan jaminan,” jelasnya.
Selain itu, skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual di Indonesia dinilai masih belum berkembang optimal. Skema insentif seperti cash rebate untuk produksi film pun belum tersedia, yang menghambat investasi di sektor ini.
“Iklim investasi di sektor ekonomi kreatif masih belum cukup kondusif. Regulasi belum sepenuhnya mendukung, dan pelaku ekonomi kreatif masih memiliki keterbatasan dalam menjangkau investor,” tandasnya.
Sebagai penutup, Riefky menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan komitmen berkelanjutan dari pusat hingga daerah untuk mendorong ekonomi kreatif sebagai pilar penting ekonomi masa depan Indonesia.